Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Terungkap, Manusia Purba Tak Suka Makanan Keras  

Manusia purba ini tak dapat mengkonsumsi makanan keras. Diduga merupakan nenek moyang manusia modern.

9 Februari 2016 | 14.12 WIB

Rekosntruksi manusia purba yang dipajang di Museum Sangiran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, 27 Desember 2014. TEMPO/Frannoto
Perbesar
Rekosntruksi manusia purba yang dipajang di Museum Sangiran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, 27 Desember 2014. TEMPO/Frannoto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Amerika - Manusia purba Australopithecus sediba, yang ditemukan situs Malapa, Afrika Selatan, diduga menyukai makanan keras. Berdasarkan publikasi penelitian pada 2012, mereka terbiasa mengkonsumsi buah dan daun-daunan yang dicampur dengan ranting pohon.

Namun penelitian yang dilangsungkan tim internasional membantah hal ini. “Mereka tak memiliki struktur gigi dan rahang yang dibutuhkan untuk terus mengkonsumsi makanan keras,” kata ketua tim peneliti, David Strait, profesor antropologi dari Washington University, Amerika, seperti dilansir dari Science Daily, Selasa, 9 Februari 2016. Apabila dipaksakan, ada potensi rahang mereka akan bergeser.

Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communicarions ini menggambarkan uji biomekanik dari model komputer tengkorak A. Sediba. Pola makan ini diduga berperan penting dalam evolusi manusia purba hingga menjadi kaum manusia saat ini atau Homo sapiens.

A. sediba sejak awal diduga merupakan salah satu kandidat nenek moyang dekat manusia modern. Berdasarkan rekam jejak, mereka ada sejak 4 juta tahun lalu. Sebagian fitur manusia modern yang sudah mereka miliki hanyalah berjalan dengan dua kaki. Fitur lain, seperti ukuran otak, bentuk rahang dan wajah, serta kemampuan mengembangkan alat masih sangat tertinggal.

Pengungkapan pola makan A. sediba semakin menguatkan kemungkinan ini. Sebab, kaum Australopith lainnya memiliki rahang kuat dan mampu menghancurkan barang keras dengan giginya. Justin Ledogar, antropolog dari Australia yang juga ikut dalam penelitian ini mengatakan cabang evolusi terpecah karena perbedaan pola makan.

“Ada kemungkinan populasi Australopith berevolusi mengembangkan kemampuan menggigit mereka semaksimal mungkin. Namun ada juga yang berkebalikan,” ujarnya. Kaum yang memiliki keterbatasan makan ini lantas menjadi cikal bakal kemunculan H. sapiens.




SCIENCE DAILY | URSULA FLORENE

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ursul florene

ursul florene

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus