Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seni

Baca Puisi di Fort Rotterdam Ditonton Turis Inggris

Puisi dan musik adalah kolaborasi yang bisa menghasilkan sihir.

14 Mei 2015 | 04.20 WIB

Pembacaan dan musikalisasi puisi dalam Borobudur Writer Festival 2012, kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (30/10). TEMPO/Suryo Wibowo
Perbesar
Pembacaan dan musikalisasi puisi dalam Borobudur Writer Festival 2012, kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (30/10). TEMPO/Suryo Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO , Makassar:
“Mereka lebih teratur daripada hukum.
Mereka lebih kuat daripada perasaan orang-orang kota.
Mereka setia dan tidak pernah memilih kepada siapa mereka ingin tersenyum.
Mereka tidak ingin terlalu terang...”

(kepada Eka Wulandari—dari M. Aan Mansyur)


Wajah Eka Wulandari tampak samar-samar ditimpa cahaya lampu temaram. Ekbess, sapaan akrabnya, sedang membacakan puisi berjudul Mengamati Lampu Jalan dan Jendela Perpustakaan. Ia bersama lima penampil lain membacakan puisi-puisi M. Aan Mansyur dalam acara Menyimak Puisi dan Musik Bekerja, di Fort Rotterdam, Sabtu malam lalu.

Ekbess membacakan dua puisi Aan dari buku Melihat Api Bekerja. Penampil lain adalah Anwar Jimpe Rachman, Ibnu Sina Palogai alias Ibe S. Palogai, Akbar Zakaria, Zuhair Burhan, dan Bryan Whalen.

Bryan tampil dengan cara yang sedikit berbeda. Ia membacakan puisi dengan bahasa Inggris. Tak sekadar membaca puisi, dia menceritakan pengalamannya selama tujuh bulan tinggal di Makassar, terutama saat berkunjung ke Pulau Samalona—salah satu pulau yang masuk gugusan Spermonde.

Para penampil tak hanya membacakan puisi. Malam itu dua band menghibur penonton dengan menyanyikan puisi. Kapal Udara membawakan tiga lagu dan Ruang Baca tampil menyanyikan empat puisi. Ruang Baca sendiri adalah salah satu proyek dari Kata Kerja—perpustakaan komunitas yang didirikan dan dikelola Aan dan kawan-kawannya.

Musikalisasi puisi ini adalah cara lain membaca puisi dengan memakai bahan puisi sebagai lagu. Jadi seperti menyanyikan puisi. Menyanyikan bait-bait puisi, kata Runi Virnita Mamonto, sangat asyik, karena kata-kata dari puisi dalam dan tegas. “Puisi dan musik adalah kolaborasi yang akan menghasilkan sihir,” ujar vokalis Ruang Baca ini. Dua puisi yang dinyanyikan Runi adalah Diam-diam karya Ibe S. Palogai dan Terbangnya Burung karya Sapardi Djoko Damono.

Penampil membacakan dan menyanyikan puisi di atas panggung yang tidak terlalu besar. Ornamen-ornamen tampak cantik dibaluri dengan warna-warna cerah. Ada lampion, pohon kering yang dihiasi bunga-bunga sakura, ada juga umbul-umbul yang dipasang melintang di atas panggung dan di setiap sudut yang dirasa perlu. Ada sebuah pagar kayu dengan ukuran kecil berdiri tegak bagai penjaga di sisi kiri dan kanan panggung. Semuanya merupakan buatan tangan atau handmade.

Panggung itu didesain agar tampak menyatu dengan penonton yang merumput. Mereka yang datang dari berbagai kalangan umur mulai dari anak-anak sampai dewasa tampak duduk berkelompok. Ada yang datang bersama keluarga. Beberapa penonton ada yang memilih berdiri.

Bryan mengatakan perpaduan musik dan puisi mempunyai nilai jual yang tinggi. Ya, ratusan orang tampak memilih menghabiskan malam Minggunya dengan menyimak pembacaan dan menyanyikan puisi. Rannvelg Formo, salah seorang penonton yang juga teman Bryan, mengatakan sangat menikmati suasana. “Ini tempat terindah yang pernah saya kunjungi, dan perpaduan musik dan puisi baru kali ini saya dengarkan,” kata wisatawan wanita berambut pirang panjang ini, dengan bahasa Inggris beraksen Amerika.

“Ini acara yang keren,” kata Nur Aulia Syam, mahasiswa kedokteran Universitas Hasanuddin. Akbar Zakaria yang sempat tampil membacakan dua puisi Aan mengatakan acara seperti ini perlu lebih sering diadakan.

Aan menjadi penampil terakhir di atas panggung. Ia menutup malam itu dengan puisinya yang berjudul Menikmati Akhir Pekan. “Aku senang berada di antara kalian, terima kasih sudah menghabiskan akhir pekan di tempat ini,” kata dia, yang diikuti dengan tepuk tangan yang bersahut-sahutan, mengiringi langkahnya menuruni panggung.

MUHCLIS ABDUH | IRMAWATI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kodrat Setiawan

Kodrat Setiawan

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus