Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
DUA istilah ini melukiskan apa yang disebut sedentary lifestyle: mager, kependekan dari malas (ber)gerak; dan rebahan, berbaring-baring untuk melewatkan waktu. Yang mana pun, gaya hidup malas bergerak aktif diam-diam telah menjadi pandemi. Peter Walker, penulis buku yang berpotensi mengubah cara melihat kebiasaan sehari-hari ini, menyebutnya dengan keyakinan seorang pemegang kartu royal flush di meja poker sebagai krisis modern.
Seberapa malas? Badan Kesehatan Dunia (WHO) memiliki pedoman: bagi orang dewasa, aktif adalah melakukan kegiatan fisik aerobik sedang minimal 150 menit setiap pekan. Jika kurang dari itu, buruk bagi kesehatan. Orang yang lama tak beraktivitas fisik sangat berisiko mengidap obesitas, penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan macam-macam kanker.
Walker tak berlebihan. Di negara asalnya saja, Inggris, empat dari sepuluh orang dewasa tergolong kelewat banyak duduk. Sekitar 25 persen nyaris tak giat secara fisik. Artinya, mereka bergerak kurang dari 30 menit sepekan. Dan untuk anak-anak, delapan dari sepuluh orang gagal memenuhi keharusan bergerak minimal dalam sehari agar sistem jantung dan kepadatan tulangnya tumbuh sempurna.
Angka kematian karena kebiasaan mager itu satu dari enam orang, sekitar 100 ribu orang per tahun. Di seluruh dunia, menurut WHO, jumlahnya kira-kira 5,3 juta orang—empat kali jumlah korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas di jalan.
Yang semula memastikan bergerak aktif bermanfaat bagi kesehatan adalah hasil riset Jerry Morris, seorang epidemiolog. Temuan pada 1953 ini bermula dari rasa ingin tahu Morris tentang kenapa jumlah kondektur bus di London yang berpenyakit jantung hanya setengah dari sopir dengan penyakit sejenis. Rupanya, yang menjadi penyelamat adalah kebiasaan naik-turun tangga, hingga 500 langkah, yang mereka lakukan setiap kali mendapat giliran bertugas.
Sebagai pandemi, fenomena malas bergerak terdapat baik di negara ekonomi maju maupun di negara miskin. Berdasarkan data dari 122 negara, WHO mendapati hampir sepertiga orang dewasa dan empat per lima remaja kurang bergerak sepanjang hidupnya. Di Indonesia, rasanya belum dilupakan hasil riset Stanford University, Amerika Serikat, pada 2017, yang menunjukkan betapa lazim orang malas berjalan kaki—rata-rata hanya 3.513 langkah dalam sehari, jauh di bawah rerata dunia, 5.000 langkah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo