Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seni

Cerita John McGlynn Mengalihbahasakan Karya Pramoedya Ananta Toer

Mengalihbahasakan karya Pramoedya Ananta Toer bukan sekadar memahami, mengedit, dan mengubahnya ke versi Bahasa Inggris.

26 Agustus 2019 | 07.16 WIB

Pramoedya Ananta Toer
Perbesar
Pramoedya Ananta Toer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Bantul - John McGlynn mengalihbahasakan beberapa buku karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer. McGlynn yang juga salah seorang pendiri Yayasan Lontar ini menceritakan saat dia menulis ulang apa yang dituangkan Pramoedya ke dalam bahasa Inggris.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ada lima buku Pramoedya yang dia alih bahasakan. Di antaranya Nyanyi Seorang Biru, Gadis Pantai, Perburuan, dan kumpulan cerpen. Dari lima buku itu, ada satu yang paling berkesan baginya, yakni Nyanyi Seorang Bisu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Buku ini berisi filsafat yang mendalam dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Bahkan Pram menulis tanpa berharap diterbitkan," kata John McGlynn di sela acara Festival Buku dan Musik 'MocoSik' di Jogja Expo Centre atau JEC, Bantul, Minggu 25 Agustus 2019. Dalam terbitan Bahasa Indonesia, buku Nyanyi Seorang Bisu terbit dalam dua jilid. Namun dalam terjemahan Bahasa Inggris, McGlynn mengeditnya dari seribu halaman menjadi 300 halaman.

Bukan sekadar memahami, mengedit, dan mengubah dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris, John McGlynn juga menambal sejumlah bagian tulisan. Musababnya, ada surat-surat dari Pramoedya untuk keluarganya yang tak tidak berurutan. Akibatnya, beberapa cerita tidak berurutan.

John McGlynn, orang yang mengalihbahasakan beberapa buku karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

"Saya menemui Pram, mewawancarainya untuk mengisi bagian-bagian yang belum jelas tadi," kata pria berkebangsaan Amerika Serikat yang tinggal di Indonesia sejak 1976, ini. Proses mengalihbahasakan buku Nyanyi Seorang Bisu memakan waktu 3 tahun, dari 1997 sampai 2000.

Pada kesempatan itu, pria 67 tahun ini menceritakan awal mula dia mengenal Pramoedya. Adalah Ben Anderson yang saat itu mengenalkannya pada karya-karya Pramoedya yang baru saja dibebaskan dari Pulau Buru pada 1979. Kepada Pramoedya, menurut McGlynn, Ben menawarkan nama dia jika ingin karyanya dialihbahasakan ke dalam Bahasa Inggris. "Jadi, mereka yang mencari saya," kata John.

Sayangnya, saat itu John McGlynn tengah bersiap melanjutkan studi S2 ke University of Michigan, Amerika Serikat. Sekembalinya dari Michigan ke Indonesia pada 1981, sejumlah novel Pramoedya sudah diterjemahkan orang lain.

Buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer, menurut dia, sejatinya berisi tentang ajaran sosialisme, bukan komunisme. Namun lantaran semua karyanya terkena sensor sampai dilarang terbit pada masa Orde Baru, kalaupun Pramoedya menulis yang pro-Pancasila pun bakal tetap dilarang. "Karena sensor bukan atas kontennya, melainkan karena nama penulisnya," kata John McGlynn.

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus