Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Novelis asal Inggris, Daisy Johnson menjadi penulis termuda dalam daftar nominasi Man Booker Prize tahun ini. Di usianya yang baru menginjak 27 tahun, Daisy masuk dalam daftar nominasi lewat novelnya Everything Under. Novelnya tersebut mengisahkan tentang hubungan ibu-anak yang bermasalah yang terinspirasi dari mitos Yunani. Karya Daisy, merupakan satu dari enam novel terpilih dalam daftar pendek Man Booker Prize yang digambarkan ketua juri, Kwame Anthony Appiah mencerminkan ‘masa gelap’ yang kita tempati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Masuknya nama Daisy Johnson tentu memberi kesegaran dalam ajang ini yang memberi ruang bagi pendatang baru. Belum lagi dalam kesempatan ini penulis perempuan mendominasi daftar nominasi. Lalu siapakah Daisy Johnson?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Daisy lahir pada tahun 1990. Sebelum namanya muncul dalam daftar Man Booker, Johnson sudah memenangkan penghargaan untuk novel debutnya Fen, yang meraih A.M. Heath Prize pada 2014. "Saya dibesarkan di sana, di Fens Inggris," katanya kepada American Short Fiction pada tahun 2017, "dan ketika saya mulai menulis cerita pendek, itu adalah lanskap yang — tanpa banyak makna saya — kembali ke saya."
Dalam wawancara yang sama Johnson mengatakan dia telah menulis sejak dia berusia 14 tahun, dan ia punya ketertarikan pada ‘cerita rumah. Ia telah menyelesaikan MA menulis kreatif di Oxford, dan sekarang tinggal di kota yang sama.
Buku Everything Under, Daisy Johnson masuk dalam daftar pendek Man Booker Prize 2018
Sebelum Johnson, penulis muda asal Selandia Baru, Eleanor Catton baru berusia 28 tahun saat memenangkan Man Booker Prize tahun 2013 lewat karyanya The Luminaries.
Topik yang hadir dalam nominasi daftar pendek Man Booker Prize tahun ini melingkupi isu pelecehan seksual hingga krisis lingkungan. Ketua dewan juri, Appiah menuturkan tema-tema dominan di antara 171 buku yang diajukan menunjukkan kondisi manusia yang ditantang kecemasan, penderitaan, rasa sakit, serta institusi dan lingkungan yang berada di bawah ancaman. "Kita hidup di masa gelap," kata Appiah. "Atau, setidaknya, para penulis ini berpikir kita hidup di kegelapan," kata Appiah."
Selain karya Daisy Johnson, daftar pendek ini juga menampilkan novel penulis asal Irlandia Milkman Anna Burns, yang menyorot masalah di Irlandia Utara dalam sudut pandang seorang perempuan muda. melalui perspektif wanita muda, atau karya penulis asal Kanada, Esi Edugyan lewat karyanya Washington Black, yang mengeksplorasi ras berdasarkan kisah nyata, soal budak 11 tahun menjadi pelayan pribadi bagi juragan Inggris pemilik perkebunan gula Barbados.
Novelis Amerika Rachel Kushner dan Richard Powers juga turut masuk dalam daftar. Karyanya Kushner The Mars Room, mengangkat isu gender dan kelas social dalam kisah kemiskinan. Lalu The Overstory milik Powers mengisahkan sembilan orang tak saling kenal menyelamatkan beberapa hektar hutan perawan terakhir di dunia.
Daftar pendek ini dilengkapi dengan novel pertama penyair Skotlandia Robin Robertson, The Long Take, yang menceritakan tentang seorang veteran dengan gangguan stres pasca-trauma. Pemenang Man Booker Prize 2018 akan diumumkan pada 16 Oktober di Guildhall, London.
NEW YORK TIMES | THE GUARDIAN | BUSTLE