Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

30 Tahun IDF: Dari Mengolah Gawai hingga Senam Massal

Bertema “Rasa: Beyond Bodies”, Indonesian Dance Festival (IDF) 2022 menampilkan gagasan yang beraneka ragam. Eksplorasi teknologi sehari-hari sampai senam.

30 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI mumi. Sekujur tubuh dua sosok di panggung Teater Besar Indonesian Dance Festival (IDF) 2022 di Taman Ismail Marzuki Jakarta itu tampak dibebat kain putih. Mereka berdiri berseberangan, terhubung oleh kain putih sepanjang sekitar lima meter. Latar belakang panggung berhias sorotan abstrak dari proyektor, dengan suara seperti gelembung air.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedua penampil itu kemudian bergerak perlahan, berjalan memutar, lalu diam di satu titik. Keduanya saling menarik kain. Saat tidak saling tarik, keduanya bergerak dengan gerakan masing-masing. Setelahnya, mereka kembali saling tarik. Masih dengan kain yang mengikat, mereka bergulingan, mendekat dan menjauh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satunya seperti tak berdaya. Ia berusaha melawan, tapi sosok yang lain menarik kain. Ia terseret-seret. Kedua sosok itu mementaskan koreografi karya Maharani Pane berjudul Paradox. Sebuah karya yang diciptakan dari riset tentang mimpi dan tubuh, antara kesadaran dan ketidaksadaran.

Penari menampilkan tarian "Paradox" karya Maharani Pane pada acara Indonesian Dance Festival 2022 di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, 24 Oktober 2022. ANTARA/Muhammad Adimaja

Seusai jeda, M. Safrizal, yang akrab dipanggil Dekjail, dari Aceh tampil di bawah taram temaram lampu hingga dalam kegelapan. Ia menepuk sekujur tubuhnya seperti melakukan ritual. Temponya makin cepat hingga dengus napasnya pun terdengar. Ia mementaskan karyanya yang berjudul Body Tarekat dari laku Tarekat Qadiriyah. Sebuah laku yang menghubungkan tubuh, hati, pikiran, waktu, dan ruang.

Penari M Safrizal menampilkan tarian "Body Tarekat" pada acara Indonesian Dance Festival 2022 di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, 24 Oktober 2022. ANTARA/Muhammad Adimaja

Dua karya koreografi ini dipertontonkan dalam Kampana, sebuah ajang unjuk karya hasil riset proses mencipta para koreografer muda yang mengawali praktik koreografi mereka dari berbagai latar belakang seni dan usia. Kampana adalah salah satu program IDF ke-30 bertema “Rasa: Beyond Bodies” yang berlangsung pada 22-28 Oktober lalu. Enam kurator menyeleksi para penampil, yakni Linda Mayasari, Arco Renz, Hartati, Nia Agustina, River Lin, dan Sal Murgiyanto.

Penari muda lain yang terpilih masuk Kampana adalah Leu Wijee dan Mio Ishida. Leu yang dari Palu terpesona oleh kesiagaan tubuh-tubuh warga Jepang dalam menghadapi bencana. Dengan gerakan mengayun tegas, lidi dan langkah menjadi inti koreografer mereka.

Berbeda dengan yang lain, yang cukup unik adalah penampilan Kornkarn Rungsawan. Koreografer asal Thailand ini menghadirkan gagasan yang sangat akrab dengan teknologi. Penonton diperbolehkan membawa gawai mereka dan diminta menghubungkannya dengan jaringan Wi-Fi serta kode bar yang terhubung ke aplikasi Instagram dengan sebuah efek. Sayangnya, banyak perangkat yang tak bisa terhubung. Ia menari dengan kamera realitas virtual (VR) untuk membawakan karya berjudul Dance Offering. Ia memakai kostum penari tradisional dengan sebuah buntut di belakang.

Penampilan penari Thailand Kornkarn Rungsawang berjudul "Dance Offering" di Taman Ismail Marzuki Jakarta, 26 Oktober 2022. TEMPO/Magang/Martin Yogi Pardamean

Latar panggung memperlihatkan gambar penari tradisional Thailand dan zebra. Ia berinteraksi dengan penonton dengan mengambil foto di lampu dan memasangnya dalam aplikasi. Lewat aplikasi dan teknologi VR ini, avatar Kornkarn muncul pada layar. Ia bergerak menyandingkan dua foto penonton yang memilih karakter ayam dan zebra. Tarian ini mulanya terkait dengan dunia religi, keyakinan akan terkabulnya keinginan, harapan kepada Sang Pencipta.

Karya koreografer Filipina, Jared Luna, menampilkan tema aplikasi TikTok yang makin mendunia. Dia memanfaatkan era ini dengan menghadirkan karya yang padat akan bahasa simbol yang dikenal sebagai emoji. Gawai dengan fitur kamera yang makin menjadi candu bagi manusia dan dampaknya terhadap masyarakat Dayak juga menjadi inspirasi penampilan Eka Wahyuni.

•••

PENAMPIL utama Indonesian Dance Festival 2022 adalah Hari Ghulur, Angela Goh, Ferry Alberto Lesar, Gymnastik Emporium, Sherli Novalinda, Mella Jaarsma, dan Pichet Klunchun. Hari Ghulur dengan koreografi berjudul Silo membuka festival. Karya yang dibuat koreografer Surabaya ini mengeksplorasi gerak dari tradisi tahlil dalam masyarakat Jawa sebagai motor geraknya. Inti koreografi ini adalah kemampuan Hari dan kawan-kawan melakukan gerak sila. Kedua kaki mereka lengket. Dengan kedua kaki lengket seperti posisi asana seseorang yang tengah bermeditasi itu, Hari melakukan gerakan-gerakan sulit. Sayangnya, untuk mencapai adegan ini, koreografi Hari menampilkan struktur dramaturgi yang menjemukan di bagian awal dan tengah. Bila saja ia langsung mengeksplorasi bagian bersila ini, penampilannya tentu akan lebih mengentak.

Penari Angela Goh menampilkan karyanya bertajuk Sky Blue Mythic dalam rangkaian Indonesian Dance Festival 2022 di Salihara Arts Center, Jakarta, 23 Oktober 2022. ANTARA/Aprillio Akbar

Akan halnya Angela Goh dari Australia dengan gerak tubuh seperti gerak sehari-hari membayangkan dirinya menjadi tubuh yang bukan dirinya, tubuh lain—bisa alien, bisa manusia yang lain. Menari di Blackbox Salihara, ia menampilkan gerak-gerak repetitif, adegan yang sama. Seorang penonton mengatakan tarian Angela bisa menimbulkan efek keterasingan pada dirinya. 

Ferry Alberto Lesar alias Eyi Lesar mencoba keluar dari zona nyaman tubuhnya. Ia mengeksplorasi permainan gobak sodor dan bentengan, juga minimnya lahan bermain di kawasan perkotaan yang padat penduduk. Alih-alih menampilkan koreografi yang kental mengeksplorasi tubuh, Eyi menyuguhkan permainan dua tim untuk menguji kesiagaan dan spontanitas. Para penampil seperti bermain di empat wilayah, bersiaga dan melakukan gerak koreografi tanpa pola dalam suatu permainan. Sayangnya, kosakata gerak yang disajikan tak tereksplorasi dengan baik.

Penari menampilkan karya Mella Jaarsma bertajuk “The Size of Rice II” dalam Indonesian Dance Festival di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 27 Oktober 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Gymnastik Emporium menawarkan senam bukan hanya sebagai cabang olahraga, tapi juga rasa yang estetik. Teater Besar menjadi tempat melebur bersama para pegiat dan praktisi senam di Jakarta. Panggung menjadi seperti sebuah etalase instruktur senam bagi para audiens di bangku penonton. Senam massal yang kerap berlangsung dalam masyarakat perkotaan direpresentasikan di panggung. Penonton diajak ikut bersenam, melebur bersama dalam kemeriahan Senam Kota Kita: Tubuh Kuat Hidup di Ibukota.

Peserta workshop “E-PAL: Mengingat Tubuh Masa Kecil” oleh Penari Ferry Alberto Lesar dalam Indonesian Dance Festival di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 27 Oktober 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

“Mereka mendekonstruksi panggung, penonton dengan senang terlibat, tak harus mengikuti etika-etika pertunjukan dalam menikmati seni atau koreografi,” ujar Ratri Anindyajati, Direktur Indonesian Dance Festival. Sementara itu, di Teater Kecil, koreografi Tale Tale karya Sherli Novalinda lebih intensif mengeksplorasi tradisi lisan suku Kerinci, leluhurnya. Tale adalah tradisi tutur yang sebenarnya selalu melekat dalam keseharian, tapi tak disadari oleh generasi muda. Sherli menginterpretasikan tradisi lisan menjadi gerak, dipadukan dengan arsip yang disorotkan menjadi latar di panggung.

Penari Siko Setyanto (kanan) saat memberikan workshop “Olah Tubuh” dalam Indonesian Dance Festival di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 27 Oktober 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Tradisi tani menjadi kekuatan karya Mella Jaarsma. Ia mengeksplorasi pengalaman dan tradisi mengukur lahan pertanian dan ukuran lain seperti membangun rumah dari beberapa daerah melalui penampilnya. Para penampil menggunakan tongkat kayu berbagai ukuran, dari yang panjangnya 10 sentimeter hingga 2 meter, lengkap dengan filosofi dan tradisi yang melatarinya. Seperti dari Makassar, seorang penampil menggunakan ukuran satu-dua jengkal, diletakkan di dada—karena terdapat ukuran di antara payudara istrinya. “Ternyata masyarakat Indonesia kaya sekali dengan ukuran dan cara mengukur. Kami berfokus pada itu,” ucap Mella. Mella sesungguhnya adalah perupa. Dunia tari adalah dunia yang baru untuknya.

Penari dan Pengajar Stott Pilates, Ajeng Soelaeman memberikan workshop Pilates “Sistem Kontrologi” (Pembicaraan soal Otot/Perihal Otot) dalam Indonesian Dance Festival di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 25 Oktober 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Festival tari tertua di Asia Tenggara ini ditutup dengan penampilan Pichet Klunchun Dance Company dari Thailand. Pichet dan Kornkarn Rungsawan mengeksplorasi bahasa tari klasik Thailand yang telah berumur 700 tahun. Mereka merumuskannya dalam diagram-diagram, coretan gerak yang memberikan informasi mengenai prinsip-prinsip tari klasik Thailand, tari khon.

Selain menyajikan karya koreografi, para penampil ini memberikan workshop bagi publik dan koreografer muda yang umumnya mahasiswa dari berbagai daerah. Kita bisa mengikuti teknik-teknik tubuh yang berbeda yang disajikan Angela Goh, Hari Ghulur, Ajeng Soelaeman, sampai Arco Renz. Arco Renz memberikan workshop tentang olah napas, sementara Ajeng mengenalkan dasar pilates untuk mengontrol gerak. Hari menawarkan belajar gerak menciptakan ruang baru. Demikian juga Angela. Pichet, yang memiliki dasar tari klasik Thailand, dalam workshop mengatakan, “Dalam mencipta tari kontemporer, kalian harus mengenal diri kalian, latar belakang budaya dan pengalaman diri.”

PIKRI RAMADHAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus