Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Karawang- Banyak orang menyangka Tari Jaipong berasal dari Bandung. Hal itu diungkapkan oleh Suanda, seniman pencipta Jaipong. Bahkan, menurut Suanda, banyak orang tidak tahu asal tarian yang tenar dengan goyang, geol, dan gitek itu.
Karena itulah, Suanda berencana mengajukan karyanya untuk ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda. Ia beharap, jika sudah ditetapkan, ia punya kekuatan hukum untuk melindungi karya budaya kreasinya.
Suanda mengungkapkan asal tarian khas Jawa Barat itu. "Jaipong lahir di Karawang. Tarian itu mutlak ciptaan saya. Awalnya, saya membuat tari Jaipong tanpa pola, gerakannya spontan, diiringi instrumen musik gendang, rebab, ketuk, dan kecrek, serta sinden," kata Suanda saat ditemui Tempo di Karawang, Kamis, 15 Oktober 2015.
Sekitar 1970, Suanda merasa ingin menciptakan sesuatu yang baru di dunia seni pertunjukan. "Karena saat itu, hiburan rakyat masih terbatas. Kesenian yang digandrungi masyarakat Karawang pada waktu itu adalah Topeng Banjet, Wayang Golek, Ketuk Tilu, dan Tarling. Belum ada alternatif lain. Padahal manusia tidak boleh berhenti berkreasi," ujar Suanda membeberkan.
Dalam mengreasikan Jaipong, Suanda mengatakan, ia menggabungkan unsur gerak Penca, musik Ketuk Tilu, Tarling, dan nyayian Sinden. Tari, musik, dan nyanyian disajikan sekaligus secara dinamis. "Tidak disangka, saat itu, banyak yang menyukai Jaipong. Setiap pentas, penonton selalu rame," ucap Suwanda sambil mengenang masa itu. "Saat itu, Jaipong bisa menjadi pilihan lain hiburan rakyat," ucap dia.
Dalam perjalanannya, Jaipong menyebar dari Karawang ke berbagai wilayah Jawa Barat. Nanu Munajat, dosen seni tari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, mengatakan Jaipong sampai dibawa ke Bandung oleh Gugum Gumbira. Ia mengajak seniman Jaipong Karawang berkreasi dengan tariannya.
"Jaipong Gugum khas. Ia menerapkan pola dan serangkaian pemanis gerak sehingga para penari terlihat bergerak lebih teratur, berbeda dengan penari Karawang yang banyak improvisasi. Gerakannya juga tegas, lugas," ujar Nanu.
Sementara itu, di tanah kelahirannya, penari Jaipong bergerak tanpa pola yang paten dengan irama musik pengiringnya. "Di Karawang, pemain musik yang mengikuti gerak penari, sedangkan di Bandung penari berpatokan pada ketukan musik," ujar Nanu.
Di luar dugaan, ternyata Jaipong khas Bandung lebih banyak terekspose daripada Jaipong di tempat kelahirannya. Hal ini diakui oleh Suanda. Karena itulah, saat ini, ia berupaya mendaftarkan Jaipong menjadi warisan budaya tak benda. "Supaya orang-orang tahu kalau Jaipong itu berasal dari Karawang," kata Suanda.
HISYAM LUTHFIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini