Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Fotografer Tempo, Tony Hartawan, meraih penghargaan dalam pameran foto Rekam Jakarta 2023 di Taman Ismail Marzuki, bulan lalu.
Lensa kamera Tony merekam detail bentrokan antara petugas Satpol PP DKI Jakarta dan warga yang menolak penggusuran makam Mbah Priok di Jakarta Utara pada 14 April 2010.
Awalnya kepolisian menyatakan tidak ada korban jiwa. Namun Tony melihat langsung dua jenazah petugas Satpol PP yang tewas akibat hunjaman senjata tajam.
Petugas Satpol PP melemparkan batu ke arah massa penolak pembongkaran makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad alias Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, 14 April 2010. TEMPO/Tony Hartawan
Massa berjaga di kompleks Makam Keramat Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, 14 April 2010. TEMPO/Tony Hartawan
Warga penolak pembongkaran dikejar belasan petugas Satpol PP di sekitar lokasi makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, 14 April 2010. TEMPO/Tony Hartawan
Warga penolak pembongkaran makam Mbak Priok mencoba menahan laju petugas Satpol PP yang membentuk formasi kura-kura di Koja, Jakarta Utara, 14 April 2010. TEMPO/Tony Hartawan
Massa menjarah barang-barang milik polisi dan Satpol PP yang terpukul mundur, termasuk rompi dan sirene mobil, di sekitar makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, 14 April 2010. TEMPO/Tony Hartawan
Deretan mobil polisi dan Satpol PP setelah dibakar massa di sekitar makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, 14 April 2010. TEMPO/Tony Hartawan
Massa merusak truk pengangkut personel milik Satpol PP DKI Jakarta di sekitar makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, 14 April 2010. TEMPO/Tony Hartawan
Warga mempreteli besi bekas dari truk-truk milik polisi dan Satpol PP yang terbakar di sekitar makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, 14 April 2010. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanjung Priok bergolak pada Rabu, 14 April 2010. Pada siang itu, sekitar 2.000 petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hendak menggusur Makam Mbah Priok, kuburan yang dikeramatkan warga di Koja, Jakarta Utara. Warga mempertahankan kompleks seluas 5,4 hektare yang berada di lingkungan pelabuhan Terminal Peti Kemas Koja itu dengan berbagai jenis senjata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bentrokan besar pun pecah. Awalnya, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menyatakan tak ada korban jiwa. Fotografer Tempo, Tony Hartawan, yang berada di lokasi sejak pagi hingga larut malam, ikut bersama petugas keamanan Terminal Peti Kemas Koja menyisir lokasi menjelang malam dan mendapati jenazah W. Soepono tergeletak sekitar 50 meter dari gerbang terminal dengan luka bacok di sekujur tubuh. Jenazah kedua, Ahmad Tajudin, ditemukan belakangan. Korban lain dalam bentrokan itu adalah 69 anggota Satpol PP, 10 polisi, dan 55 warga yang terluka.
Bentrokan tersebut membuat makam Mbah Priok menjadi pembicaraan. Nama asli Mbah Priok adalah Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad. Dia lahir pada 1727 di Palembang, Sumatera Selatan. Sebagai ulama, pada 1726, dia hendak berdakwah ke tanah Jawa bersama tiga rekannya. Namun, di perairan utara Batavia, perahunya terempas ombak. Dia tewas di sebuah tanjung di timur laut Batavia. Di samping jasadnya ditemukan periuk dan dayung. Dia dikuburkan di lokasi yang kini dikenal sebagai Tanjung Priok dan warga menyebutnya sebagai Mbah Priok.
Makam Mbah Priok kemudian dikeramatkan. Hingga kini, terutama setiap malam Jumat, kompleks pusara itu ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah. Ahli waris makam mengatakan sejumlah tokoh nasional juga pernah nyekar ke makam Mbah Priok. Konflik muncul setelah PT Pelabuhan Indonesia II hendak memperluas lahan, yang mencakup area makam, pada awal 2000-an. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang saat itu mendukung penggusuran, menyatakan jasad Mbah Priok telah dipindahkan ke TPU Budi Dharma di Semper, Jakarta Utara, pada 1997. Kabar tersebut dibantah keluarga, yang diperkuat oleh arkeolog. "Pada 1994, makam-makam lain di sana memang dipindahkan. Tapi makam Mbah Priok dipertahankan," kata Candrian Attahiyat, arkeolog senior dari Universitas Indonesia.
FOTO: TEMPO/TONY HARTAWAN
NASKAH: KORAN TEMPO EDISI 15 APRIL 2010
"Tanjung Priok Bergejolak" meraih DKI Jakarta Best Photostory dalam pameran foto Rekam Jakarta 2023: Masa ke Massa".
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo