Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Ketika mengunjungi pameran seni rupa dan menyaksikan karya-karya seni yang dipajang, entah lukisan atau instalasi kadang kita sulit menilai apakah karya itu bagus atau tidak. Apalagi karya yang ditampilkan memiliki rupa yang terbilang tak lazim.
Hanson Barki, seorang dokter di Bandung, menunjukkan cara pandang lain dalam menilai bagus tidaknya karya seni yang dipajang dalam pameran. Menurut dokter di Happy Natural Radiant ini, cara menilai karya seni tidak hanya dari keindahan, atau manfaatnya bagi artis maupun orang lain.
"Para dokter di sini bukan ahli seni, tapi mungkin punya sudut pandang sendiri dalam menilai karya," ujarnya di klinik tersebut, Kamis, 3 September 2015. Menurut Hanson, kinesiologi, penempatan, dan komposisi menjadi kunci karya seni dinilai bagus oleh orang yang melihatnya.
Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 1985 yang kini berusia 50 tahun itu, menjadikan karya foto Kinez Riza sebagai contoh. Model pertama kumpulan foto yang tidak diatur pemasangannya, model kedua ditata khusus urutannya di ruang pamer. Foto kedua model tersebut bergantian ditampilkan di layar proyektor.
Hanson kemudian melakukan pengujian otot ke beberapa wartawan termasuk Tempo di klinik tersebut. Caranya, Hanson meminta salah satu lengan peserta diangkat lurus setinggi bahu ke arah mana saja, sambil melihat ke layar proyektor. Pada model pertama, Hanson dengan mudah menurunkan tangan peserta uji coba. Sebaliknya pada model foto kedua. "Komposisi penempatan sangat penting pada karya foto tersebut," ujarnya.
Dampak penempatan karya itu berdasarkan kinesiologi, membuat tubuh penglihatnya merasa nyaman dan membuat ototnya menguat. Kinesiologi dalam dunia kedokteran, merupakan sistem analisis yang membantu proses diagnosis pasien. Metode itu, kata Hanson, bisa diterapkan ke obyek lain, seperti orang dan ucapannya serta karya seni.
Kinesiologi atau ilmu gerak tubuh manusia, dikenalkan R.W. Lovvet, seorang dokter bedah tulang dari Harvard University pada 1932. George Goodheart kemudian mengembangkannya pada 1960-an. Kombinasi kerja pikiran, jiwa, dan tubuh manusia dalam menanggapi sesuatu yang baik atau buruk, diekspresikan dengan kekuatan otot, di antaranya pada bagian tangan.
ANWAR SISWADI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini