Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Kepergian yang Indah

Sandiwara boneka dengan tokoh tiga anak dan seekor anjing disambut meriah penonton. Boleh juga penonton berkirim surat ke langit.

13 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panggung arena—panggung yang memang paling cocok untuk pertunjukan sandiwara boneka—dipenuhi bentuk kerucut besar, lebih dari lima batang. Adegan pertama dibuka dengan seorang tukang pos (bukan boneka, melainkan orang) yang mengecap surat-surat yang dikirim ke langit. Judul pertunjukan Papermoon Puppet Theatre ini memang Surat ke Langit. Tapi, sebentar, itu ada ceritanya. Ntar. Ternyata sebatang kerucut besar yang berada di tengah merupakan layar yang menampakkan surat-surat yang sedang dicap itu.

Lalu muncul tokoh kita, anak-anak, nah ini baru boneka yang tingginya kira-kira 60 sentimeter. Namanya unik, Hef. Usianya sekitar 10 tahun. Si Hef jail, suka bercanda, suka menggoda orang (orang betulan ataupun boneka). Tukang pos yang sedang mengecap surat-surat itu dicolek-colek pundaknya. Penonton anak-anak tertawa. Lalu masuk seorang pegawai pos yang membawa surat-surat. Pada ujung bajunya di bagian belakang diikatkan tisu toilet yang panjang sekali. Penonton anak-anak tertawa lagi. Rasanya Hef yang punya kerjaan ini.

Si pegawai jengkel, lalu menggulung tisu yang kotor itu dan melemparkannya ke Hef. Lalu Hef memungut gulungan tisu itu dan melemparkannya ke tukang cap tersebut. Lalu lempar-melempar tisu terjadi antara Hef dan tukang cap. Lagi-lagi penonton anak-anak tertawa.

Boneka yang sebaya dengan Hef muncul. Ia berkacamata, kalem. Namanya Puno. Dia menulis surat, agaknya ia kirim ke langit. Tiba-tiba muncul boneka cewek yang usianya di bawah Hef dan Puno. Namanya Tala. Dia energetik dan rupanya ia balerina. Lihatlah dia menari balet. Ketika harus berdiri di ujung jari-jari kakinya, Tala gemetaran. Penonton anak-anak lagi-lagi tertawa.

Lalu muncul boneka anjing, putih, menggemaskan. Namanya Kwawi. Anjing kecil ini patuh terhadap perintah Hef dan Tala. Disuruh berdiri, disuruh duduk, dan disuruh berguling. Lalu Tala menggelitiki perutnya. Kwawi pun kegelian. Penonton anak-anak tertawa lagi.

Tiba-tiba Puno jatuh. Dia dilarikan ke rumah sakit. Pada layar monitor kerucut itu, paru-paru Puno digerogoti kuman. Dia diobati dan sembuh. Puno bermain lagi. Tidak lama, ia meninggal dan dikuburkan di dalam bangunan berbentuk perahu kertas. Hef, Tala, dan Kwawi bersedih dengan mengirim bunga.

Boneka-boneka ini dijalankan oleh dua kaki dalang, yang duduk di bangku kecil beroda empat. Tangan kiri dalang menjalankan gerak kepala boneka, sedangkan tangan kanannya menggerakkan tangan kanan boneka. Adapun pantat si dalang menjalankan bangku yang didudukinya itu. Wajah dalang tidak ditutup sehingga sering terlihat sama dominannya penampilan dalang dan bonekanya.

Usul: pertunjukan ini sebaiknya liar dan bertumpu pada berbagai kemungkinan eksperimental. Tata musik yang senada dari awal sampai akhir menyebabkan pertunjukan lamban. Ketika Tala menari, musik bisa berubah jadi Swan Lake-nya Tchaikovsky. Tala diiringi beberapa puluh boneka balerina angsa sehingga menjadi heboh.

Hubungan Puno dengan si kecil Tala menjadi begitu bermakna ketika Puno merasa hidupnya tak lama lagi. Puno, yang pekerja keras, merasa tidak mendapatkan apa-apa dari pekerjaannya itu. Justru dengan Tala-lah, Puno mendapatkan hidupnya selama ini jauh lebih bermakna.

Ketika Kwawi ikut menaruh bunga di kuburan Puno, penonton pun bertepuk.

Pertunjukan ini berakhir sedih. Sesungguhnya lakon ini oleh Tri, sutradaranya, dipersembahkan kepada sahabatnya, orang teater Filipina, yang sedianya ikut mendukung komunitas ini, tapi nasib bertindak lain. Sahabatnya itu meninggal.

Di akhir pertunjukan, puluhan perahu kertas, yang adalah surat-surat ke langit yang ditulis penonton pada pertunjukan-pertunjukan sebelumnya, turun dari atas panggung. Para penonton pun menghambur dan bisa ikut menambah surat-surat itu. Di antara mereka ada yang membaca surat-surat itu. Di samping itu, penonton tua dan muda serta anak-anak ber-selfie-selfie-an meriah sekali.

Danarto, Penulis dan Perupa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus