Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
BUTIRAN pil itu ditimang-timangnya. Dua, tiga, empat, lima pil. Mungkin kemudian lebih dari 10 butir digenggamnya. Ia menghela napas. Bimbang. Mimik mukanya pucat. Di depannya segelas air putih. Ia menoleh ke kiri-kanan seolah tak yakin dengan apa yang akan diperbuatnya. Tangannya gemetar. Ia mengangkat gelas. Menatap sekali lagi butiran di tangannya. Matanya nanar. Ia lalu menenggak sekaligus tablet-tablet itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo