Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH kobaran api membakar sembilan patung kayu berbentuk torso. Lidah api melahap setiap senti serat kayu patung yang dipahat secara kasar. Warna cokelat kayu dalam waktu singkat berubah menjadi hitam. Menyusul sejumlah poster, yang juga ditancapkan di depan jejeran patung itu, mulai dilalap api. Ada yang aneh. Semua teks yang terdapat dalam poster itu berpangkal dari satu kata: "rusuh". Ada "kerusuhan", "dibuat rusuh", "direkayasa agar rusuh". Seluruh suasana yang tercipta menggiring asosiasi pada peristiwa huru-hara yang terjadi pada 13 dan 14 Mei 1998 lalu di Jakarta dan Solo. Sebuah masa yang membuat ratusan penduduk yang "lapar" terpanggang di dalam pusat-pusat pertokoan, sementara itu ratusan yang lain berpesta pora mengambil benda yang menjadi impian mereka selama 32 tahun rezim Orde Baru.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo