Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAGU Tupai Melompat dan Minuet Pesut, awal Juni lalu telah dipaketkan ke Tokyo oleh Yayasan Musik Indonesia -- guna mengikuti kontes 'Junior Original Concert'. Keduanya diciptakan oleh Yani Danuwidjaja, yang oleh beberapa orang disebut anak ajaib. Ia baru berusia 7,5 tahun, tapi sudah menghasilkan 102 buah lagu. Awal cerita, Nyonya Danuwidjaja (48 tahun) suatu hari mendengar suara organ membawakan Jali-jali dan Keroncong Kemayoran. Semula ia menyangka itu suara kaset yang diputar anaknya Yani yang masih berusia 5,5 tahun. Waktu ia menjenguk, kagetnya bukan main -- mendapati Yani sendiri yang memainkannya. Kaya Improvisasi Keluarga Danuwidjaja (Irwan Danuwidjaja, karyawan PT Gollin Indonesia Company), memang memiliki sebuah organ. Tadinya dimaksudkan untuk Yanti, kakak Yani, yang waktu itu sudah berusia 12 tahun. Tahunya, diam-diam kalau Yanti sedang belajar, Yani selalu sibuk memperhatikan. Kadang ia berjongkok mengamat-amati bagaimana kaki kakaknya memainkan pedal. Nah. Setelah kejadian di atas, Yani mulai merengek minta dicarikan guru organ. Ibunya keliling mencari -- tapi kursus-kursus musik menolak, karena anak itu masih terlalu kecil. Akhirnya di YMI Tebet, setelah mengejutkan banyak orang, Yani diterima. Rupanya semua orang baru percaya bakat alam anak itu setelah ia langsung menggerayang organ yang biasanya dipakai guru musik -- langsung memainkannya. Sejak itu ia dibimbing Pono Banoe, kepala Kursus Musik Anak-anak YMI Pusat. Sekarang anak berbakat ini duduk di kelas 2 SD St. Maria Fatima. Angka rata-ratanya untuk setiap mata pelajaran mencapai 8,3. Khusus dalam matematika ia unggul sampai 8,5. Tak heran kalau dia menjadi juara kelas ketiga. Namun sebagai anak-anak umumnya, ia normal. Pakaiannya sederhana saja, tingkah lakunya sopan. Ia peka pada lingkungan, dan mampu mengungkapkan perasaannya. Hanya Yani tiba-tiba berubah kalau sudah berada di depan organ. Menjadi hidup dan trampil. Ia tidak hanya memainkan, tetapi kaya dengan improvisasi. Dari kelihaiannya itu ia terasa memiliki bakat musik jazz, meskipun yang paling disukainya sekarang adalah klasik. Menurut orangtuanya, sejak kecil Yani tidak akan tidur kalau tidak disuguhi musik semi-klasik. Lagu pertama yang ditulisnya -- dengan not balok -- berjudul Cemara Ranting. Lagu ini lahir ketika ia sedang berada di kamar kecil. Ia memperhatikan sekelilingnya dan mendapat ide-ide. Tahun yang lalu misalnya, di Hotel Horison, Jakarta, setelah berkumpul dengan anak-anak tunanetra, ia terus melamun. Ia menutup sebelah matanya, lalu berkata "Ma, kok gelap kalau mata ditutup sebelah?" Kemudian ia menutup kedua matanya, sambil melanjutkan "Apalagi keduanya. Coba bayangin, orang buta bagaimana susahnya." Tak lama kemudian ia menciptakan Kau Tak Dapat Melihat. Lagunya yang berjudul Ikan Melompat, lahir setelah ia memperhatikan bagaimana ikan-ikan bermain di sebuah kolam kecil di belakang rumah. Lagu ini kemudian mendapat hadiah dari Dirjen Perikanan -- Imam Sardjono -- karena terpilih untuk dijadikan promosi kegiatan perikanan di Indonesia. Untuk itu Yani memperoleh sebuah kalung emas berhias ikan. Penggemar Mozart dan Chopin ini, pernah muncul di Hotel Ambarukmo Yogya bulan April yang lalu. Tak lama kemudian beberapa perusahaan rekaman langsung menawarkan kesempatan merekam lagu-lagunya. Tapi orangtuanya belum sepakat. "Saat ini saya kasihan kalau Yani dikomersialkan, selagi bisa memberi makan dia ala kadarnya," kata ibunya. Kemudian disambungnya "Saya paling tidak senang kalau anak yang tenar menjadi sombong." Yani, yang bercita-cita ingin jadi guru musik, membuat sendiri judul lagu-lagunya. Karena perbendaharaan katanya masih kurang, ibunya sering ikut mencarikan kata yang dimaui anak itu. Dalam hal ini ia sangat cerewet. Sementara itu ada beberapa lagunya yang diberi syair oleh gurunya. Bagaimana Yani menulis lagu? "Mudah," jawab anak itu. "Bayangin aja ada burung lagi nyanyi di atas pohon!" Ia menerangkan juga bahwa tidak setiap kali ada yang ingin ditulis langsung ditulis. "Biasanya kalau sudah sampai di rumah baru ditulis. Waktunya tidak tentu. Kalau misalkan lagu belum ditulis, Yani suka terbayang-bayang, ini 'nih masih ada di dalam dada belum keluar," kata bocah itu dengan sungguh-sungguh sambil menunjuk dadanya. Tanggapan terhadap lagu-lagu Yani sampai sekarang masih berupa kekaguman karena heran. Dalam waktu dekat lagu-lagu itu akan diterbitkan. Mendengarkan lagu-lagu itu kita tak bisa membandingkannya dengan lagu anak-anak seperti yang dinyanyikan Chicha, Adi, Ira, dan sebagainya, yang diciptakan orang-orang dewasa. Lagu-lagu Yani bukan lagu pop. la memiliki bobot yang lain, yang lebih serius. Tapi baiklah di tunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo