Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INI bukan dongeng bukan hikayat, melainkan sejarah. Tapi penulisannya sungguh memikat. Gaya hidup Maharaja Chandragupta misalnya. Pendiri Wangsa Maurya ini berkuasa di India abad ke-3 Sebelum Masehi. Bila tampil di depan umum, sang Maharaja mengenakan jubah halus bersulam emas, duduk di tandu berhiaskan berlian. Sebagian pengawalnya menunggang gajah bertaburkan emas perak, pengawal yang lain membawa pohon yang dihinggapi burung-burung hidup. sekawanan betet yang terlatih tampak pula melayang berputar-putar di atas tandu Maharaja. Cara perlulisan sejarah yang bak reportase itu bisa ditemukan dalam Abad Besar Manusia, satu seri buku sejarah kebudayaan dunia terbitan Time-Life Books Inc. Semuanya ada 17 buku yang terbit pada 1960-an dan 20 tahun kemudian mengalami cetak ulang rata-rata tujuh kali. Tahun 1982, buku-buku itu mulai diedarkan oleh PT Tira Pustaka anak perusahaan PT Tiga Raksa. Dan mulai November tahun lalu Tira juga mengedarkan edisi bahasa Indonesia-nya. Memang belum lengkap karena hingga bulan ini baru lima buku diedarkan, dua selesai cctak, lima yang lain masih pada tahap selesai disunting. Sisanya masih dalam proses penerjemahan. "Sukarnya setengah mati," tutur Willie Koen, 49, Editor Kepala Tira Pustaka. Yang dimaksudkan dosen Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, itu adalah sulit mencari penerjemah dan editor. Untuk menjaga mutu terjemahan, Tira Pustaka telah menentukan persyaratan yang agak berat. "Seorang editor minimal menguasai tiga bahasa asing dan minimal satu secara aktif," kata Willie. Sedangkan untuk penerjemah, "selain menguasai bahasa, juga harus menguasai materinya." Harus diakui, terjemahan Tira Pustaka enak dan gampang dibaca. Tak sulit bagi siswa SMA, misalnya, memahami kisah-kisah sejarah ini. Cara berceritanya penuh warna peristiwa-peristiwa dilukiskan dengan hidup seakan penulisnya mengalami sendiri peristiwa itu. Pemilihan ilustrasi foto dan gambar juga direncanakan dengan hati-hati. Misalnya dalam Jepang Purba (terjemahan dari Early Japan). Untuk memberikan suasana khas Jepang, beberapa foto berwarna dipotong berbentuk kipas. Dalam India yang bersejarah ditampilkan bentuk Kuil Matahari di Konark. Pada foto reruntuhannya ada tambahan gambar bagian-bagian kuil yang hilang hingga tergambarlah kuil seutuhnya. PT Tiga Raksa, yang sejak 197 memonopoli penjualan terbitan Time-Life Books di Indonesia, heran karena buku impor ternyata laris. Ada pula komentar bahwa buku-buku itu bermutu. Maka, tiga tahun kemudian, 1976, ketika pihak Time-Life Books menawarkan hak penerjemahan buku-bukunya kepada Tiga Raksa, tak ayal langsung diterima oleh Robert Widjaja, salah seorang direktur Tiga Raksa. Robert mencari orang yang bisa menangani tawaran itu dan pilihan jatuh kepada Willie Koen. Dapat dikatakan, dialah orang yang tepat untuk menjadi motor PT Tira Pustaka, yang resmi berdiri tahun 1977. Lima tahun Koen belajar kesusastraan di IKIP Sanata Dharma Yogyakarta. Kemudian belajar filsafat tiga tahun di India, dan manajemen di Amerika Serikat. IA sendiri menilai tinggi buku-buku terbitan Time-Life Books. "Buku-buku yang memberikan santapan rohani yang bergizi, baik dari isi maupun penampilannya," kata orang yang menguasai bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jerman, Arab, Sanskerta, dan Jawa Kuna ini. Juga, tentu, bahasa Indonesia. Khusus untuk seri Abad Besar Manusia itu, berkata Wiilie, "Penulisnya sanggup memadukan berbagai ilmu dan fakta menjadi laporan yang hidup." Willie tak berlebihan. Buku sejarah kebudayaan dunia ini bukan buku yang kering. Dan makna "kebudayaan" dalam buku ini bukan cuma terbatas pada hal-hal besar. Dalam buku Roma Masa Kekaisaran dengan jelas dan menarik digambarkan pula situasi dan suasana rumah-rumah di Roma sekitar 16 abad yang lalu. Bagaimana orang Roma lebih mementingkan suasana dalam rumah, hingga tak ada jendela yang menghadap ke jalan. Bagaimana rumah-rumah pada umumnya dihiasi dengan air mancur dan patung, dibatasi pilar-pilar besar. Sementara itu, bentuk perabot rumah tana - seperti meja kursi dan tempat tidur - begitu sederhana, tapi berhiaskan emas dan permata. Dan, bukan hanya itu. Bagi orang Roma yang terkenal suka berpesta pora itu, soal makanan juga penting. Disebutkan, makanan pembangkit nafsu makan, seperti jamur pohon yang dimasak dengan saus gemuk ikan berlada. Sedangkan hidangan utama dalam pesta, antara lain: musang yang diisi daging babi dan biji cemara, atau burung bangau yang dimasak dengan kurma. Ingin tahu contoh pencuci mulut keturunan Romus dan Romulus itu? Tak kurang dari kurma yang dibuang bijinya lalu diisi kacang dan buah cemara, serta digoreng dengan madu. Sayang sekali buku-buku dengan kulit muka tebal dan kertas luks ini tidaklah murah. Dengan tebal rata-rata 200 halaman harganya hampir Rp 15.000 - lebih murah sedikit dibandingkan edisi bahasa Inggris-nya yang Rp 17.500. Sebegitu jauh belum bisa diperkirakan kemampuan Abad Besar Manusia menembus pasar. Tapi buku-buku terjemahan yang lain, seperti seri Pustaka AIam (24 jilid), dipastikan amat laris. Penerbitan yang dipimpin Robert Widjaja ini minimal mencetak 7.500 eksemplar per judul. Bahkan seri Khasanah Pengetahuan Anak-Anak sudah mengalami cetak ulang dua kali. Yang menarik, menurut Kuswardani, direktur penjualan, perbandingan jumlah eksemplar yang laku antara buku edisi Inggris dan Indonesia kira-kira 30:70. Maka, pada masa awal berdirinya penerbit ini hanya memberikan imbalan terjemahan Rp 2.500 per ketik folio, tetapi kini naik menjadi Rp 7.500. Namun, berapa Tira Pustaka membayar copyright, "Itu rahasia perusahaan," kata Willie Koen. Yang agak disayangkan ialah tiadanya niat penerbit untuk mengeluarkan edisi murah. Willie percaya, mutu buku yang baik dan penampilan yang baik justru menantang orang untuk membeli. Kendati seri Abad Besar Manusia ini bukan merupakan buku teks yang sangat memdalam, ia juga mencantumkan satu dattar buku yang perlu dibaca. Ini agaknya khusus untuk mereka yang berminat mendalami kisah-kisah sejarah tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo