Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andy Warhol, tokoh seni pop Amerika Serikat, makan hamburger selama empat menit. Sendirian di meja dengan wajah tanpa ekspresi menatap kamera. Video itu berakhir dengan pernyataan ringkasnya: "Um, my name is Andy Warhol and uh, I just finished eating a uh, hamburger." Adegan itu merupakan bagian dari film dokumenter 66 ÂScenes from America karya sineas Denmark, Jørgen Leth.
Yusuf Ismail, seniman video lulusan Jurusan Seni Patung Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung, meniru habis-habisan polah Warhol itu dalam videonya, Eat Like Andy. Dia meletakkan sepasang televisi yang menayangkan dua video secara bersamaan. Layar sebelah kanan menampilkan video Warhol. Layar sebelah kiri menayangkan Yusuf, yang mengenakan jas dan dasi seperti Warhol, serta perlengkapan lain, seperti sebotol saus, kertas, dan kotak pembungkus hamburger di atas meja. Dia makan dengan wajah tegang. "I just eat like Andy," kata Yusuf di akhir video.
Video itu terpilih sebagai pemenang pertama Bandung Contemporary Art Awards #2. Penghargaan tahunan yang diselenggarakan ArtSociates itu diumumkan di pelataran Lawangwangi Art and Science ÂEstate, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Sabtu malam dua pekan lalu. Perupa berusia 30 tahun itu mendapat hadiah uang Rp 100 juta. Dewan juri, yang terdiri atas Mella Jaarsma, Agus Suwage, Rifky Effendy, Syakieb A. Sungkar, Carla Bianpoen, Wiyu Wahono, dan Hendro Wiyanto, menetapkan tiga pemenang lain yang mendapat hadiah program residensi di suatu wilayah.
Juri menyatakan video itu menunjukkan pendekatan apropriatif terhadap video Warhol dengan tujuan mengkritik seni rupa kontemporer yang berada di bawah bayang-bayang Warhol. Yusuf memang menjadikan Warhol sebagai gimmick atau tipuan sekaligus mewakili seorang empu seni pop yang setelah kematiannya pun masih mempengaruhi perupa masa kini. Bagi Yusuf, meniru seniman lain membuatnya tegang. Kegiatan sederhana seperti makan roti pun jadi susah dinikmati. "Itu black comedy banget, sesuai dengan akar dan kepedulian karya saya sejak 2008. Tertawa itu cerminan diri sendiri," kata Yusuf.
Yusuf, yang biasa disapa Ucup, menganggap keaslian karya kini sudah tidak ada lagi dan peniruan sah-sah saja dilakukan asal peniru siap menanggung risikonya. Eat Like Andy merupakan satu dari lima videonya yang dipajang dalam pameran "Like" di Galeri Platform 3, Cigadung, Bandung, selama sebulan sejak 25 Februari lalu. Di pameran itu, selain meniru adegan Warhol, ia meniru video Peter Campus dan Bruce Nauman, dua perupa seni video Amerika Serikat, serta Joseph Beuys, seniman kontemporer Jerman.
Pemenang kedua, Java of Durer karya Eddy Susanto, juga dinilai dewan juri sebagai karya apropriatif terhadap gambar cetak cukil kayu Das Männerbad atau The Men's Bath karya Albrecht Dürer, pelukis Jerman pada awal abad ke-16. Di situ Dürer menggambarkan sekelompok lelaki yang sedang mandi di tempat pemandian umum. Eddy melukis kembali gambar itu dengan sangat teliti, tapi pada bidang gambar yang sepuluh kali lebih besar, yakni kanvas seluas enam meter persegi.
Seniman asal Yogyakarta berusia 37 tahun itu mengganti seluruh garis di atas kanvas berlapis cat akrilik berwarna kusam dengan teks Babad Tanah Jawi. Seluruh tulisan berhuruf hanacaraka itu dibuat kecil-kecil dengan tangan hingga mirip garis dari kejauhan. Lewat lukisan itu, Eddy mencoba membandingkan kondisi Eropa pada zaman Renaisans, yang sedang merayakan pembebasan manusia dari dogma agama, dengan Jawa di masa akhir Majapahit, ketika Islam mulai masuk. "Sekarang, masalah teknis seni rupa sudah selesai, tinggal konsep karyanya bagaimana," ujarnya.
Pemenang ketiga adalah instalasi Autism Spectrum karya Bagus Pandega. Lulusan Seni Patung ITB berusia 27 tahun itu merangkai sejumlah peralatan elektronik di sebuah ruangan tertutup. Peralatan itu berupa mesin pemutar piringan hitam, sepasang pengeras suara, kotak sound system, lampu-lampu, serta mirrorball. Semua benda itu akan aktif kalau ada yang berteriak atau bernyanyi keras di mikrofon bersensor di dekatnya.
Bagus mengamati kecenderungan baru manusia yang sangat menikmati kesendirian. Ia mengaitkan pergeseran nilai dan hubungan sosial itu dengan perkembangan teknologi informasi yang makin memudahkan manusia tapi mengandung paradoks. Manusia, kata dia, mulai menikÂmati kesendiriannya secara bersama-sama di tempat masing-masing.
Adapun pemenang keempat, Laura in Paradise karya Octora Chan, menunjukkan situasi manusia saat bermain peran menghadapi selera dan keinginan orang-orang yang dihadapinya agar bisa diterima. Di satu sisi, hubungan orang dengan dirinya sendiri menjadi asing. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan dan Seni Patung ITB berusia 30 tahun ini mewujudkan situasi yang kadang mendebarkan itu lewat sebuah boneka kayu berambut hitam panjang. Boneka itu duduk di kursi tinggi merah, sewarna dengan jantungnya yang berdegup.
Tahun ini kompetisi itu diikuti 478 seniman. Menurut dewan juri, sebagian besar peserta berasal dari lulusan sekolah dan kalangan mahasiswa yang belum mereka kenal. Adapun seniman ternama berkisar 10 persen atau 40-50 orang. Dalam proses penjurian, mereka menyingkirkan karya-karya yang terkena penyakit klise, seperti sosok robot untuk melambangkan kemajuan teknologi, patung Liberty untuk kebebasan, dan kenaifan lewat wajah bocah.
Dewan juri selanjutnya mencari 25 finalis yang dinilai punya kekuatan provokasi ide, tema, konsep, dan bentuk. "Provokatif itu mengejutkan dan membuat orang berpikir," kata juri Rifky Effendy. Akhirnya, mereka memilih delapan karya dua dimensi seperti lukisan, foto, dan media campuran. Selebihnya merupakan karya tiga dimensi, dari video hingga instalasi. Karya para finalis itu kini dipajang di Galeri Lawangwangi hingga 15 April nanti.
Tak seperti pada kompetisi pertama tahun lalu, proses penjurian kali ini tidak menimbulkan perdebatan panjang. Syakieb A. Sungkar, kolektor yang juga juri penghargaan ini, mengatakan penjurian lebih mudah karena setiap juri sudah punya pola dan selera yang sama. "Begitu lihat, langsung jatuh cinta," ujar Direktur Penjualan Axis ini.
Syakieb mengatakan selera juri lebih tertuju ke media-media seni alternatif, seperti video, foto, musik, dan instalasi. "Lebih menarik dan sesuai dengan suasana zaman. Kami sudah jenuh dengan media dua dimensi yang biasa-biasa saja," ujarnya. Kalaupun ada karya seperti Java of Durer yang dipilih sebagai pemenang kedua, kata dia, itu karena ada wacana luar biasa yang memikat.
Menurut Andonowati, Direktur Lawangwangi Art and Science Estate dan penggagas penghargaan ini, Bandung Contemporary Art Awards dibikin untuk mendorong perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia agar diakui secara internasional. "Pada tahun ketiga nanti, kami akan melibatkan seniman dan juri kawasan regional, lalu pada tahun kelima kami buka partisipasi internasional," katanya. Karya para finalis dan juara rencananya akan dilelang oleh Deborah Carr Iskandar pada acara khusus balai lelang Sotheby's di Ciputra Marketing Gallery, Jakarta.
Nah, rencana lelang ini menimbulkan masalah pada karya Yusuf, karena Eat Like Andy menggunakan video karya orang lain tanpa izin. "(Video itu) saya unduh dari Internet," ujarnya.
Cara itu membuat Aminudin T.H. Siregar, pengajar seni rupa ITB, jadi uring-uringan. "Bagi saya, ini soal serius dan perlu diteliti lebih saksama oleh panitia dan juri karena bisa mengundang skandal di masyarakat. Lain hal kalau soal hak cipta (video Warhol) ini sudah beres dan bisa dipakai," katanya. Penyandingan dua karya video itu dalam judul Eat Like Andy dapat mengesankan Yusuflah yang membuat video Warhol tersebut. "Ini kan jadi salah kaprah," ujarnya.
Tapi Andonowati menilai karya Yusuf itu bukan tentang Andy Warhol, sehingga tidak mengambil hak cipta karya Warhol. Adapun Wiyu Wahono, kolektor seni yang jadi juri, menganggap soal hak cipta itu justru jadi nilai tambah bagi Yusuf. "Buat orang yang tidak sadar hak cipta, ia akan masa bodoh. Tapi, bagi yang sadar, itu jadi 'bunga' dari karya Yusuf," kata Wiyu.
Agar tak jadi urusan panjang dan berdampak hukum, penjualan karya Yusuf nanti akan dilakukan khusus. Yang akan dijual, kata Wiyu, hanyalah video Yusuf yang sedang meniru Warhol makan hamburger. "Video Warhol (betulan) bisa dilihat atau diunduh sendiri oleh pembeli di Internet," katanya.
Anwar Siswadi (Bandung), Kurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo