Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seni

Menjejaki Relief dan Meditasi di Borobudur Writers Festival

Borobudur Writers Festival yang berlangsung pada 23-25 November tahun ini mengambil tema Gandawyuha dan Pencarian Religiusitas Agama-agama.

25 November 2017 | 19.03 WIB

Candi Borobudur dilihat dari Punthuk Mongkrong, Giri Tengah, pada saat matahari terbit. Dataran Tinggi di Bukit Menoreh ini menjadi salah satu tempat favorit untuk menyaksikan keindahan matahari terbit. TEMPO/Subekti
Perbesar
Candi Borobudur dilihat dari Punthuk Mongkrong, Giri Tengah, pada saat matahari terbit. Dataran Tinggi di Bukit Menoreh ini menjadi salah satu tempat favorit untuk menyaksikan keindahan matahari terbit. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Candi Borobudur yang basah menyambut rombongan Borobudur Writers & Cultural Festival. Gerimis pagi tak menyurutkan peserta menjejaki relief-relief candi bersama Pengkaji filosofi agama Buddha dan perkembangan sejarah Buddha Dharma di dunia dan nusantara, Salim Lee, Sabtu, 25 November 2017.

Baca: Borobudur Writers & Cultural Festival 2017 Angkat tema Gandawyuha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Salim memandu rombongan untuk membaca detail-detail relief Gandawyuha dan makna filosofinya. Gandawyuha menggambarkan usaha keras mencari kebenaran. Teks-teks tentang Gandawyuha selama ini jarang dibicarakan. Relief-relief yang menceritakan perjalanan Gandawyuha berada di lorong 2,3, dan 4 candi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebanyak 460 panel relief Gandawyuha yang dipahatkan di dinding lorong-lorong tersebut jarang didiskusikan secara serius. “Pahatan-pahatan relief Gandawyuha memiliki ciri dan karakter nusantara. Ini menandakan kebudayaan nusantara yang berani dan percaya diri,” kata Salim kepada rombongan.

Salim Lee membawa peserta menyusuri relief-relief Gandawyuha dari pukul 05.00 dan berakhir pukul 07.00. Pada jam yang sama, peserta Borbudur Writers&Cultural Festival mengikuti meditasi di tengah gerimis.

Duduk bersila dalam suasana hening, peserta menghadap Candi Borobudur. Mereka ada yang berpayung dan mengenakan jas hujan untuk menghalau rintik-rintik hujan. Satu di antara peserta yang rajin mengikuti morning meditasi adalah Bernada Rurit. Selama dua hari (24 dan 25 November), Bernada mengikuti morning meditasi. Dia mengikuti prosesi pradaksina, memutari candi sebanyak dua kali “Meditasi menyadari semua alam semesta yang ada di sekitarnya, seperti air hujan” kata Bernada.

Menurut Rurit, meditasi itu gambaran pluralisme karena dalam pelaksanaannya meditasi itu dipimpin oleh orang dengan latar belakang agama yang beragam. Meditasi bisa dilakukan dengan orang yang berlatar belakang agama berbeda-beda. Itu memperkaya spiritualitas manusia. Kegiatan morning mediatation yang dipandu Romo J. Sudrijanta (untuk pradaksina), Yudhi Widdyantoro, (yoga) dan Bhikku Santacitto (meditasi).

Borobudur Writers & Cultural Festival yang berlangsung pada 23-25 November tahun ini mengambil tema Gandawyuha dan Pencarian Religiusitas Agama-agama Nusantara. Pesertanya di antaranya melibatkan para penulis, sastrawan, jurnalis, dan pemerhati budaya.

Borobudur Writers & Cultural Festival diisi beberapa kegiatan, di antaranya seminar, pertunjukan seni, pameran foto, pameran naskah kuno Jawa, dan stand buku dari para penerbit. Peneliti dan pemeluk kepercayaan kebatinan dan pelaku agama lokal diundang berbicara pada seminar. Mereka yang yang datang adalah Sudarto, penghayat agama lokal nusantara, Kaharingan, dan Marapu Pa Maringngi Pa Malala Humba.

 

 

Shinta Maharani

Lulus dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Yogyakarta. Menjadi Koresponden Tempo untuk wilayah Yogyakarta sejak 2014. Meminati isu gender, keberagaman, kelompok minoritas, dan hak asasi manusia

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus