Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GRUP tari Padneswara dengan produksinya Langendriyan Palgunali,
di Teater Arena TIM, 22 s/d 24 Agustus yang lalu, dikunjungi
banyak penonton, Penggarapannya tampak bersih dan
sungguh-sungguh. Kompak. Walaupun tidak sempat membetot
penonton, karena banyak adegan tidak terpelihara temponya. Di
segi lain, dengan pementasan ini dibuktikan bahwa usaha kelompok
ini untuk mengangkat tari Jawa klasik menurut adanya, tetap
dilakukan, Cerita Palgunadi diangkat dari epos Mahabharata. Ia
adalah nama seorang ksatria yang berguru kepada Bagawan Dorna
hanya lewat patungnya. Tetapi kesaktiannya sempat mengalahkan
Arjuna, murid Dorna yang paling pintar. Arjuna penasaran untuk
mengadu kesaktian, apalagi ia jatuh nafsu pada Anggraini,
isteri Palgunadi. Ketika pertarungan terlaksana, ternyata Arjuna
kalah.
Ketemu Identitas
Sedih karena kekalahannya, ia minta pertolongan Dorna. Lantaran
cintalada muridnya, Dorna menanyakan kepada Palgunadi di mana
letak rahasia kesaktian satria itu. Palgunadi menunjuk cincin
ampal yang dipakainya. Waktu ia menyodorkan tangan, Dorna cepat
menetak jari itu. Demikianlah Palgunadi mati di tangan gurunya.
Dorna dengan begini berhutang nyawa, yang kelak harus ditebusnya
di dalam Perang Bharatayudha.
Pementasan yang memakai tata busana yang manis itu didukung oleh
Retno Maruti Sudiharto bersama suaminya Sentot Sudiharto. Retno
sendiri yang merekan tari. Sedang para penari terhitung
bakat-bakat muda, sebagian besar mahasiswa Akademi Tari LPKJ.
ungkin karena kwalitas penari, mungkin juga karena keutuhan
klasik diselingi oleh variasi-variasi yang nakal, pertunjukan
ternyata tidak ketat. Pada bagianbagian tertentu sempat
menggempal, tapi komposisi adegan-adegan tidak menyeret tontonan
ke inti cerita yang sebenarnya begitu dramatik -- di samping
tidak bebas dari salah faham. Banyak penonton misalnya tak tahu
bahwa di akhir cerita itu Palgunadi dibunuh gurunya. Dan apa
pula arti keluarnya Anggraini? Ia digaet Arjuna, atau bunuh
diri?
Retno Maruti mengaku telah mempersiapkan penampilan itu selama 3
bulan. 9 tahun yang lalu ia juga pernah menggarap Palgunadi,
juga dalam bentuk langendrian -- pertunjukan yang menggabungkan
tari dan tembang. Kalau dulu seluruh pemainnya wanita, sekarang
peran pria dikembalikan kepada yang berhak. Kostum juga mencoba
merengkuh busana klasik yang tidak begitu gemerlapan. Tak kurang
dari 30 penari, 10 penabuh kerawitan dan 7 penyanyi mendukung
pertunjukan yang berlangsung satu setengah jam dan yang -- mulai
malam kedua -- dihadiri penonton yang padat.
Retno Maruti (31 tahun) sudah 4 kali menggarap tari di TIM.
Pertama tahun 1969, ketika ia masih tinggal di Sala dan masih
perawan. Waktu itu dibawakannya langendriyan Damar Wulan.
Pergelaran ke-II dengan grup Padneswara bernama Roro Mendut.
Yang ketiga Abimanyu Gugur. Dengan pementasan ke empat sekarang
Retno mengaku telah mendapatkan identitas yang selama ini
dicarinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo