Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam dua pekan ini para pecinta film dokumenter bisa menikmati dua festival film tersebut,yakni Arkipel Penal Colony- Festival Film Dokumenter dan Eksperimental Internasional ke-5 dan Doc By the Sea.
Arkipel digelar oleh Forum Lenteng berlangsung di Jakarta pada 16-28 Agustus 2017, menyebar di Kineforum, Goethe Haus dan Gudang Sarinah Ekosistem. Sederet film eksperimental serta dokumenter bertema refleksi sosial politik dan ekonomi dalam konteks kekinian disuguhkan di tiga tempat tersebut.
Di Arkipel, panitia menyelenggarakan beberapa program utama. “Ada kompetisi internasional, kuratorial Penal Colony, Kurator muda Asia, Candrawala,Pameran Kultursinema, Presentasi khusus, pemutaran film khusus dan forum festival,” kata Direktur festival, Yuki Aditya.
Panitia akan memutar 85 film dari 32 negara yang bisa dinikmati publik secara gratis. “Harapannya Arkipel akan menjadi tempat bertemu penonton dan film yang tidak umum dilihat publik, juga mencari suara dari bakat baru dan diskusi yang lebih luas,” ujarnya.
Dalam program Kompetisi Internasional telah terpilih 31 film dari 15 negara yang terdaftar dari lebih dari 1.700 film. Film ini nanti akan dinilai para juri Hsu Fang Tze (Taiwan), Jean –Marie Teno(Prancis), Andres Denegri (Argentina), Zbnek Baladran (Republik Cek) Hafiz Rancajale (Indonesia). Gelaran program dapat dilihat dalam laman mereka di www.arkipel.org.
Festival film dokumenter lainnya, Doc by the Sea akan berlangsung di Bali pada 29-30 Agustus 2017. Sebelumnya, akan dilakukan program workshop.
Doc by the Sea akan berfokus pada film-film dokumenter dan talenta dokumenter Asia Tenggara. Panitia telah menyaring 30 proyek dokumenter untuk ikut pitching dari 120 proposal yang masuk dari seluruh dunia. Dari jumlah ini, 10 dari Indonesia, 15 Asia Tenggara, dan 5 internasional.
Sebelum pitching, proyek-proyek dokumenter dari Indonesia dan Asia Tenggara mendapatkan pendampingan di bidang editing dan storytelling. Hal ini untuk memperkuat cerita dan kesempatan untuk mendapatkan pendanaan dan distribusi.
Sudut pandang atau angle Asia Tenggara ini dipilih karena lebih menjadikan forum ini lebih menarik dari segi marketing karena belum ada yang mengambil angle ini.
Selain itu, Asia Tenggara menyajikan sesuatu yang lebih beragam daripada hanya berfokus pada film dokumenter Indonesia saja. Strategi yang sama juga dipakai di Tokyo Docs, Docedge Kolkata dan DocsPort Incheon, yang mempromosikan diri sebagai market dari dokumenter Asia, tidak hanya dokumenter negara tuan rumah.
DIAN YULIASTUTI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini