Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Menembus Batas Disabilitas

Film Why Do You Love Me mengangkat tema disabilitas dengan perspektif segar. Dibintangi Adipati Dolken dan Jefri Nichol.

5 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dibintangi Adipati Dolken dan Jefri Nichol, film Why Do You Love Me mengangkat tema disabilitas.

  • Why Do You Love Me dianggap berbeda dari kebanyakan sinema bertema serupa. 

  • Menggambarkan difabel bukan sebagai sosok yang lemah dan perlu diperlakukan secara khusus.

"The time has come, That we must be apart, The memory is still in my mind, But you have gone. And you leave me alone. Why Do You Love Me..."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lirik lagu Why Do You Love Me dari Koes Plus tersebut menjadi pembuka film dengan judul yang sama. Di tengah dendang, muncul siluet perempuan yang meliuk-liuk di tiang pole dance. Adegan selanjutnya menampilkan satu pemeran utama, Baskara (diperankan Adipati Dolken), terbaring di ranjang dengan fantasinya tentang hubungan seks. Baskara mengalami kelumpuhan saraf yang menyebabkan hidupnya bergantung pada kursi roda listrik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun kondisi fisik itu tidak membatasi hasratnya yang ingin berhubungan badan dengan perempuan. Baskara tidak sendirian. Dia memiliki dua sahabat yang sama-sama penyandang disabilitas: Danto (Jefri Nichol), pengidap tumor otak yang juga lumpuh, dan Miko (Onadio Leonardo), tunanetra.

Dari kiri, Onadio Leonardo, Adipati Dolken, dan Jefri Nichol dalam film Why Do You Love Me. Dok Max Pictures

Keterbatasan membuat mereka tidak mempunyai pasangan. Hingga suatu ketika, Baskara mengutarakan idenya untuk mengajak dua sohibnya bertualang. Bukan perjalanan biasa. Tiga sekawan itu menuju Gang Dolly, lokalisasi legendaris di Surabaya—di kehidupan nyata, tempat itu ditutup Wali Kota Tri Rismaharini pada 2014—demi mencicipi pengalaman seksual.

Sempat ditentang keluarga masing-masing, mereka bertiga nekat berangkat ditemani perawat sekaligus sopir. Film kemudian menampilkan perjalanan panjang tiga sekawan tersebut mengarungi jalan lebih dari 800 kilometer dari Jakarta ke Surabaya.

Salman Budiman, penonton, mengatakan menikmati film produksi Max Pictures tersebut. “Komedinya menghibur walaupun ceritanya sangat sederhana," ujar dia setelah menonton di bioskop XXI Blok M Square, Jakarta Selatan, Selasa, 4 Juli 2023. Penasihat hukum berusia 43 tahun itu mengaku belum pernah menonton film Indonesia bertemakan disabilitas yang mengangkat sisi lain dari kehidupan mereka dengan balutan komedi yang kental.

Film Why Do You Love Me karya Herwin Novianto diadaptasi dari film asal Belgia berjudul Hasta La Vista (2011). Seperti film aslinya, drama komedi ini mengisahkan bagaimana penyandang disabilitas punya kapasitas melakukan hal yang dianggap mustahil oleh banyak orang. Why Do You Love Me juga menampilkan keindahan lanskap Pulau Jawa, dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, hingga Surabaya.

Ade Wahyu, penonton, mengatakan bahwa film ini menawarkan sudut pandang lain dari kebanyakan film bertema disabilitas. “Misalnya soal hasrat seksual yang selama ini enggak banyak dibahas dalam film yang mengangkat isu serupa,” kata dia.

Menurut Ade, sinema ini mengungkap bagaimana para difabel menghadapi keluarga atau orang terdekat yang kurang berempati terhadap kondisi mereka. “Seperti saat ayah dan Ibu Baskara yang membahas pernikahan di depan anaknya,” kata dia.

Pilihan bagi para penyandang disabilitas untuk memilih jalan kehidupan sendiri juga diangkat dalam film berdurasi 84 menit ini. Hal itu tergambar saat Danto, yang sakit keras dan divonis hidupnya hanya tersisa beberapa hari, memilih melakukan perjalanan impian dibanding menghabiskan sisa waktu bersama keluarga.

Dari kiri. Jefri Nichol, Onadio Leonardo, dan Adipati Dolken dalam film Why Do You Love Me. Dok Max Pictures

Disabilitas merupakan tema film yang kerap diusung sineas Indonesia. Misalnya Ayah Mengapa Aku Berbeda (2011), yang bercerita tentang anak tunarungu. Ada pula Miracle in Cell No. 7 (2022). Kisah adaptasi dari Korea Selatan yang diperankan Vino G. Bastian ini sempat menjadi film terlaris dengan menggaet lebih dari 5 juta penonton.

Film-film tersebut menampilkan sisi melankolis dan keterbatasan penyandang disabilitas. Suma Riella Rusdiarti, pengamat film, mengatakan, dalam banyak film, difabel ditampilkan sebagai sosok yang lemah, yang harus diperlakukan secara khusus. “Tapi tren yang saya dalami di Prancis, misalnya, yang banyak ditekankan adalah memperlakukan mereka sebagai anggota sosial yang sama,” kata dosen sastra Prancis di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia ini.

Hadirnya film Why Do You Love Me memberi warna baru dari gambaran difabel. “Di sini tidak ditonjolkan unsur mengasihani atau empati, melainkan memberi pemahaman bahwa mereka juga punya kelebihan, hasrat, dan cita-cita,” kata Riella.

Namun, dia melanjutkan, kepedulian pada kehidupan penyandang disabilitas seyogianya tidak berhenti di cerita atau tema. “Seharusnya meluas dalam praktik representasi, misalnya menggunakan aktor atau aktris yang berkebutuhan khusus,” kata Riella. Lebih lanjut, produser juga perlu mempekerjakan kru difabel. "Sehingga dapat menciptakan iklim perfilman yang lebih inklusif dan setara."

ILONA ESTERINA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus