Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada yang meramalkan Cina bakal menjadi kapitalis dan liberalis. Komunisme akan punah. Tapi racunnya akan bertahan lebih lama di hati rakyat Cina. THE BROKEN MIRROR: CHINA AFTER TIANANMEN Penyunting dan pengantar: George Hicks Penerbit: Longman Current Affairs, Essex, 1990, 526 halaman BUKU Broken Mirror akhirnya hadir, setelah lusinan buah terbit menulis peristiwa pembantaian di Lapangan Tiananmen, 4 Juni 1989. Namun, sebegitu jauh, karya-karya- yang sebagian besar "buku kilat"- hanya mendiskusikan perkembangan peristiwa besar itu dari hari ke hari, jam ke jam. Kalaupun ada analisa, paling-paling hanya melihatnya dari sudut konflik elite. Bahwa ada pertentangan antara berbagai faksi dalam kepemimpinan Cina mengenai jalan untuk menjadikan Cina modern. Broken Mirror mencoba keluar dari pola superfisial itu dan membedah peristiwa Tiananmen dari segala segi. Karena itulah, ia mengetengahkan tak kurang dari 28 ahli politik, sosiolog, sejarawan, bahkan seorang ahli astrofisika menyumbangkan pendapatnya. Yang paling menarik dari rangkaian tulisan itu agaknya prolog yang ditulis Fang Lizhi, tokoh golongan mbalelo yang paling terkemuka. Setelah membaca tulisan Prof. Fang, kita tak heran kalau ia begitu dibenci oleh para penguasa Cina. Fang berargumentasi tentang sudah kunonya paham patriotisme dalam zaman globalisasi. Patriotisme, kata Fang, tak cukup untuk menjawab dan mengatasi masalah-masalah pencemaran, pemanasan bumi, dan isu global lain. Ia juga berbicara tentang hak-hak asasi yang tak punya tapal batas negara. Pokoknya, semua yang dikatakannya benar-benar menentang arus dan tak sesuai dengan kebijaksanaan para penguasa Cina sekarang, yang sedang memompakan nasionalisme dan patriotisme dalam dosis besar dan tak menginginkan Cina "dikuliahi" Barat mengenai hak-hak asasi. Broken Mirror dibagi menjadi lima bagian. Yang pertama membicarakan para aktor yang terlibat peristiwa Tiananmen, mulai dari mahasiswa, birokrat, intelektual, sampai Tentara Pembebasan Rakyat. Bagian kedua mencoba melihat kejadian itu dari segi sejarah, dan bagian tiga dampaknya terhadap dunia luar Tiananmen (baca Beijing), terutama Amerika, Taiwan, Hong Kong, Jepang, dan pedesaan Cina. Bagian keempat membicarakan bagaimana Cina menghadapi reaksi dunia luar atas politik tangan besi yang dijalankannya. Bagian terakhir membicarakan hari depan Cina pasca-Tiananmen. Kesimpulan umum yang ditarik para penulis umumnya sangat pesimistis. Simon Leys, mengatakan komunisme di Cina akan punah. Masalahnya sekarang, kata Leys lagi, rezim komunisme yang telah berkuasa di Cina lebih dari 40 tahun akan meninggalkan bekas yang sangat dalam di hati rakyat Cina. "Racun yang ditinggalkan akan lebih lama dari usia binatang buasnya sendiri," tulis Leys. Ekonom Jan Prybyla berpendapat bahwa reformasi di Cina dan dalam sistem komunis mana pun pada dasarnya hanyalah ilusi. Alasannya, banyak sekali hal yang mesti dibongkar: institusi, sistem kemilikan, hukum, dan banyak kebijaksanaan. Dengan kata lain Prybyla hendak mengatakan, yang dilakukan para penguasa Cina adalah tindakan tambal sulam. Lucien Pye sampai pada kesimpulan: politik Cina pada tahun-tahun mendatang akan penuh balas dendam. Kaum konservatif yang se`ŽˆOŒˆ€OŽ€sendiri," tulis Leys. Ekonom Jan Prybyla berpendapat bahwa reformasi di Cina dan dalam sistem komunis mana pun pada dasarnya hanyalah ilusi. Alasannya, banyak sekali hal yang mesti dibongkar: institusi, sistem kemilikan, hukum, dan banyak kebijaksanaan. Dengan kata lain Prybyla hendak mengatakan, yang dilakukan para penguasa Cina adalah tindakan tambal sulam. Lucien Pye sampai pada kesimpulan: politik Cina pada tahun-tahun mendatang akan penuh balas dendam. Kaum konservatif yang se ŽˆOŒˆ€OŽ€ahan dan kebencian akan memperoleh legitimasi karena budaya Cina punya apresiasi pada pembalasan. Bahwa proses "balas dendam" memang sedang terjadi sejak demo sepanjang musim semi 1989 itu digilas tank-tank TPR. Tapi, alasannya masih bisa diperdebatkan karena mencari latar belakang budaya dari suatu peristiwa besar sering menjadi jalan pintas apabila alasan-alasan lain tak ditemukan. Bagian kelima mencoba menjawab "Cina mau ke mana?" Jurgen Domes, ahli politik Cina dari Jerman, meramalkan Partai Komunis Cina (PKC) sudah pasti tak akan bisa melewati abad ke-21 dengan bugar. Setumpuk alasan dikemukakannya, antara lain, krisis-krisis baru yang akan mempertajam pertentangan dan kontradiksi antara yang memerintah dan yang diperintah. Tambahan lagi, peristiwa Tiananmen memperlebar kesenjangan antara kedua unsur itu. Ada kesan, bermacam kekecewaan yang diperlihatkan para ahli ilmu sosial itu berpangkal pada disilusi terhadap Cina yang agak stereotipe. Dengan terangkatnya reformasi Deng Xiaoping sejak akhir 1980-an, ada semacam wishful thinking di kalangan orang Barat bahwa Cina akan mengikuti pola politik, ekonomi, dan kebudayaan Barat. Khusus di bidang ekonomi, orang Barat yakin betul Cina akan mengikuti "jalan kapitalis" dan dalam politik akan menganut liberalisme. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo