Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JUDO Hadijanto, 40 tahun, masih penasaran. Keputusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dalam sidang terakhirnya, 21 November, yang
tak mengeksekusi lawannya berperkara, tak memuaskannya. Padahal
pengadilan sudah menganggap Torik, pengusaha yang menguasai
rumah Judo di Jalan Surabaya secara tidak sah dan merubuhkan
paviliun itu--terbukti bersalah.
"Saya akan tetap berusaha agar ada eksekusi," ujar ayah empat
anak yang belakangan sibuk melatih kesebelasan Ratalyon 202
Kodam V Jaya itu. Perkara itu sendiri seterusnya dilimpahkan ke
Gubernur DKI. Sebab rumah itu memang masih dikuasai Pemda.
Ditempati Judo berdasarkan Surat Izin Perumahan (SIP) sejak
1968.
Namun, Judo sekeluarga lantas ke Medan untuk memenuhi kontrak
dengan Pardedetex. Rumah itu lantas dihuni ibu tiri istrinya.
Nah, yang belakangan itu sekonyong-konyong mengoperkannya kepada
Torik tanpa sepengetahuan Judo, 1980. Tentu saja Judo
uring-uringan.
Dia berpendapat, anakanaknya yang sekolah di "kota" memerlukan
lokasi rumah tersebut. "Saya perlu mempertahankan hak saya itu,"
liatanya. Sejak balik dari Medan, 1971, keluarga pemain
kesebelasan Indonesia Muda yang kerja di Pertamina itu tinggal
di bilangan Pasar Rebo. Memang termasuk jauh dari kota. Tapi
kebun rambutan mereka di sana, 30 pohon, "jika panen, satu pohon
bisa menghasilkan sekitar Rp 200 ribu," kata anak Judo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo