Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Kepincut Aset Digital

Para figur publik ini mulai menjual karya seni sebagai non-fungible token atau NFT. Cara baru mengenalkan dan menjual karya seni.

19 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ananda Sukarlan dan Syahrini mulai menjual karyanya sebagai NFT.

  • Ridwan Kamil membantu seniman Jawa Barat menjual karyanya sebagai NFT. 

  • Karya seni digital bisa dijual di seluruh dunia.

KERESAHAN akan hak cipta seniman dalam negeri mengantarkan pianis Ananda Sukarlan mengenal non-fungible token atau NFT. Melalui aset digital tersebut, Ananda mengenalkan dan bahkan menjual karyanya. Komposer musik klasik itu telah mendaftarkan karyanya sebagai NFT. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ananda, 53 tahun, telah melelang dua karya musik pianonya, yakni variasi “Pergi Belajar”—lagu ciptaan Ibu Sud—dan “Rapsodia Nusantara Nomor 35”, di marketplace aset digital Metaroid. Dua karya tersebut dibeli oleh pengusaha Edwin Soeryadjaya dan Hilmi Panigoro sekitar Rp 1 miliar. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagian besar hasil penjualan disumbangkan kepada korban bencana alam di Nusa Tenggara Timur melalui Yayasan Habitat Kemanusiaan Indonesia. “Pembeli yang ikut lelang tahu uangnya itu akan disumbangkan dan mereka mendapatkan NFT-nya,” kata Ananda kepada Gangsar Parikesit dari Tempo pada Selasa, 8 Februari lalu.

Ananda Sukarlan mengenal aset digital itu melalui Internet dan saat mengobrol tentang hak cipta dengan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Lestari Moerdijat beberapa waktu lalu. Mesail Creative Hub kemudian mengajaknya berkolaborasi. “Akhirnya kami sepakat bekerja sama,” tutur musikus klasik Asia pertama yang mendaftarkan karyanya sebagai NFT itu.

Ia berencana menjual karya lain, yaitu “Variasi Do Mi Sol”, sebagai NFT di OpenSea. Ananda secara khusus menulis 53 variasi untuk piano solo dari tema yang paling dasar dalam musik, yaitu do-mi-sol. Setiap variasi itu menggambarkan suatu peristiwa dalam satu tahun kehidupannya, yang kini menginjak usia 53 tahun.

Ananda telah merekam sebanyak 33 dari 53 variasi itu. Sisanya terbuka untuk direkam oleh pianis muda dari semua negara yang lahir setelah 14 Februari 1994. Penampilan mereka akan diseleksi melalui kompetisi untuk memilih pianis terbaik. Ia mengatakan tanggal lahir itu cuma batas umur bagi peserta.

Penampilan pianis pemenang akan diunggah di marketplace OpenSea atau Metaroid. Mereka akan mendapatkan 10 persen dari harga jual NFT yang sebesar 2 ethereum (ETH). Artinya, para pianis itu bakal memperoleh 0,2 ETH (1 ETH setara dengan Rp 45 juta pada 16 Februari 2022). “Ini kompetisi piano klasik NFT pertama di dunia dan Indonesia jadi pelopornya,” ujar Ananda.

Syahrini. (foto: instagram.com/princessyahrini)

Penyanyi Syahrini juga meluncurkan aset NFT pertamanya berupa avatar bergambar dirinya melalui platform Binance. Harga per NFT karyanya yang bernama Syahrini’s Metaverse Tour itu sekitar Rp 287 ribu. “Alhamdulillah, (17.800 unit) NFT tersebut sold out dalam beberapa jam saja,” ucapnya melalui pesan tertulis. 

Asisten Syahrini, Vany Manik, menyebutkan Syahrini adalah artis Indonesia pertama yang meluncurkan NFT secara resmi bekerja sama dengan Binance. Dia menjelaskan, karya itu adalah NFT hijab pertama di dunia.

Syahrini tertarik pada NFT karena aset digital tersebut berkembang pesat. Ia kemudian berdiskusi dengan suaminya, Reino Barack. Setelah melalui diskusi panjang dengan rekan bisnis di dunia metaverse, ia memutuskan menjual avatar dirinya. “Ini area baru buat saya dan cukup menjanjikan, so why not,” katanya.

Menurut dia, kelebihan NFT ialah seniman bisa bebas berekspresi dan berkarya tidak hanya dalam bentuk lagu, tapi juga berpotensi masuk ke dunia digital baru, yaitu metaverse. Karya seni itu juga bisa dijual di seluruh dunia. “Insya Allah dalam waktu dekat saya akan mengeluarkan NFT yang berikutnya dan seterusnya,” ujar Syahrini.

Berbeda dengan Ananda dan Syahrini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memanfaatkan NFT untuk mempopulerkan dan menjual karya seniman Jawa Barat. Pada Selasa, 25 Januari lalu, ia mampir ke Jalan Braga, Kota Bandung, untuk bertemu dengan pelukis kaligrafi Solihin. 

Pria yang akrab disapa Kang Emil itu menyerahkan uang Rp 4,2 juta kepada pelukis yang biasa menjual karya di Jalan Braga tersebut. Uang itu hasil penjualan lukisan Solihin oleh Ridwan di OpenSea. Harga jualnya di platform itu delapan kali lipat harga jual di tepi jalan.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (foto: TEMPO/ Prima Mulia)

Dia menyebutkan keputusannya ikut membantu penjualan karya seniman Jawa Barat sebagai NFT merupakan terobosan. Tujuannya, membantu kehidupan para seniman yang makin terpukul karena pandemi Covid-19. Ia optimistis pelaku industri kreatif punya peluang besar menjual karya dalam bentuk aset digital. “Saya yakin NFT sebagai peluang yang patut dicoba,” tuturnya kepada Ahmad Fikri dari Tempo, Jumat, 11 Februari lalu.

Ridwan, 50 tahun, juga meminta Bank BJB memfasilitasi warga Jawa Barat yang hendak menjual karya seni sebagai NFT melalui OpenSea. Hasil penjualan karya seni bisa dicairkan oleh para seniman melalui bank yang saham mayoritasnya dimiliki pemerintah Jawa Barat itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gangsar Parikesit

Gangsar Parikesit

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014. Liputannya tentang kekerasan seksual online meraih penghargaan dari Uni Eropa pada 2021. Alumnus Universitas Jember ini mendapatkan beasiswa dari PT MRT Jakarta untuk belajar sistem transpotasi di Jepang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus