TEMPO.CO , Jakarta:- Gertakan Pemerintah Papua Nugini yang mengacam akan mengusir Duta Besar Indonesia untuk Papua Nugini adalah hal biasa dalam dunia diplomasi. Pemerintah Indonesia bisa melakukan hal yang sama jika tindakan Papua Nugini tidak berdasar.
"Pengusiran duta besar itu hal biasa dalam dunia diplomasi. Artinya jangan sampai pemerintah Indonesia merasa dibuli jika dalam posisi benar," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwono saat dihubungi, Minggu 8 Januari 2012.
Menurut Hikmahanto, gertakan yang dilancarkan pemerintah Papua Nugini melalui Perdana Menterinya Peter O'Neil itu adalah bentuk dari kemarahan akibat tidak puas terhadap perlakukan pemerintah Indonesia yang mencegat pesawat Falcon 900 yang membawa Wakil Perdana Menteri Papua Nugini Belden Namah dari Malaysia pada 29 November tahun lalu di atas kawasan Banjarmasin, Kalimantan.
"Yang perlu dicari, apa alasan Pemerintah Papua Nugini marah. Karena selama ini baru dari pihak pemerintah Indonesia," kata Hikmahanto.
Berdasarkan keterangan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, tindakan intersepsi (pencegatan) yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara sudah sesuai prosedural. Pesawat Falcon yang melintas dari Malaysia tujuan Papua Nugini itu dicegat karena tidak mengantongi izin melintas di Indonesia.
"Pemerintah Indonesia melalui Duta Besar Indonesia yang ada disana bisa berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri Papua Nugini untuk mencari tahu alasan mereka. Kalau alasannya tidak berdasar, pemerintah Indonesia bisa mengusir Duta Besar Papua Nugini di Indonesia," kata Hikmahanto menjelaskan.
Pada Maret tahun lalu, TNI AU juga memberhentikan paksa pesawat Pakistan International Airlines (PIA) di langit Makasar karena tidak memiliki izin terbang. Akibat kejadian itu, pemerintah Pakistan melakukan protes kepada pemerintah Indonesia.
Untuk kasus pesawat Pakistan itu, kata Hikmahanto bisa diselesaikan dengan baik. "Pemerintah Pakistan merasa tidak salah karena mereka tidak mengakui Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982, menurut mereka laut perairan kepulauan Indonesia adalah laut bebas sehingga tidak perlu ijin," kata Hikmahanto.
Hikmahanto itu menyarankan agar pemerintah Indonesia mencari alasan pemerintah Papua Nugini marah. Alasan ini yang nantinya menjadi bahan pertimbangan langkah pemerintah Indonesia selanjutnya. Karena selama ini hubungan bilateral Indonesia dengan Papua Nugini harmonis.
RINA WIDIASTUTI
Berita Terkait
Lewati RI, Jet Papua Nugini Kudu Punya Tiga Izin
Jet PM Papua Nugini Pakai Izin Terbang India
Pesawat Papua Nugini Tak Berizin Terbang
Jika PNG Tak Terima, RI Diminta Putuskan Hubungan Diplomatik
Cegat Pesawat Papua Nugini, Indonesia Tak Perlu Minta Maaf
Sikap Berang Papua Nugini Dipertanyakan
Pencegatan Pesawat Pernah Terjadi di Makassar dan Bawean