TEMPO.CO, Yogyakarta - Berjalan tanpa alas kaki, tubuh renta Atmo Suwarno, 87 tahun, menapaki tanah becek yang habis terguyur hujan. Tangan kirinya memegang sabit, sementara tangan kanannya menjinjing sapu lidi. Asap rokok mengepul dari sebatang rokok lintingan yang terselip di bibirnya.
Tak sampai lima menit, Atmo Suwito tiba di kompleks pekuburan Cina di seberang rumahnya di Dusun Tegal Lembut, Desa Giripeni, Kecamatan Wates, Kulonprogo. Sabit tajam yang dibawanya kemudian diayun-ayunkan ke semak belukar di sekitar makam. Semak yang terpangkas, berikut sampah yang mengotori halaman makam, segera disingkirkan dengan sapu lidinya. Selesai satu makam, ia bergerak ke makam berikutnya.
Menjelang perayaan Imlek seperti saat ini Atmo Suwito harus bekerja ekstra keras membersihkan kompleks makam Cina yang menjadi tanggung jawabnya. Meski begitu ia tak mungkin membersihkan ratusan makam di kompleks pekuburan Cina satu-satunya di Wates itu. Atmo hanya memilih beberapa kuburan yang masih sering diziarahi ahli warisnya. Sebagai penjaga makam sejak 1980, Atmo hafal benar makam mana yang masih sering diziarahi ahli warisnya.
Dari kuburan-kuburan yang dibersihkan itulah Atmo berharap memperoleh rezeki dari ahli waris yang datang saat berziarah ke makam menjelang Imlek. Meski tak besar, uang dari ahli waris kubur yang datang berziarah itu sangat berarti bagi Atmo. “Ada yang memberi lima ribu rupiah, ada juga yang memberi dua puluh ribu rupiah, setiap kali datang ke makam. Ada juga yang memberi bulanan,” ujarnya, Jumat 20 Januari 2012.
Menurut Atmo, para peziarah yang datang ke kompleks makam menjelang perayaan Imlek sebenarnya tidak banyak. Peziarah justru lebih banyak datang setiap bulan April, menjelang perayaan Cheng Beng. Meski begitu Atmo tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk memperoleh rezeki menjelang Imlek.
Bagi Atmo, menjadi juru kunci kompleks pemakamam Cina di Tegal Lembut adalah pekerjaan turun-temurun. Makam Cina yang dibangun tahun 1912 tersebut berada di tanah milik Karso Semito, yang tak lain adalah kakek Atmo Suwarno. “Tanah milik kakek ini kemudian dibeli pemerintah Belanda untuk pemakaman,” ujarnya.
Sebagai pemilik tanah, Karso Semito juga menjadi juru kunci makam. Pekerjaan ini kemudian diwariskan kepada Karto Semito, ayah Atno Suwarno. Sejak 1980, jabatan juru kunci makam kemudian diwariskan ke Atmo Suwarno hingga saat ini. Seperti kakek dan ayahnya, Atmo Suwarno tak pernah memperoleh gaji sebagai juru kunci makam. Satu-satunya penghasilan hanyalah pemberian sukarela dari ahli waris yang dikubur di kompleks makam tersebut.
Meski tak digaji, Atmo tetap setia menjalankan pekerjaan rutinnya membersihkan makam. Atmo justru risau tentang penerus sebagai juru kunci kompleks pemakaman Cina yang seperti sudah menjadi rumahnya itu. “Anak-anak saya nggak ada yang mau meneruskan pekerjaan sebagai juru kunci makam. Mereka lebih memilih pekerjaan di kota. Mungkin karena mereka tahu jadi juru kunci makam itu tak ada gajinya, ya,” kata Atmo sembari mengembuskan asap rokok lintingannya.
Atmo yang sudah ditinggal mati istrinya pada 1995 ini memiliki enam anak, 16 cucu, dan enam cicit. Anak dan cucu-cucunya lebih memilih pekerjaan di kota. Sebagian di antaranya bekerja pada ahli waris yang dimakamkan di kompleks pemakaman Cina Tegal Lembut.
HERU CN
BERITA TERPOPULER LAINNYA:
Penuh Rezeki di Tahun Naga Air
Mengapa Tionghoa Pilih Berdagang Ketimbang Politik
Kisah Cina Muslim Penjaga Wihara