TEMPO.CO, Jakarta - Angkasa Jakarta ternyata sibuk saat Sukhoi Superjet 100 mengudara. Rabu, 9 Mei 2012 lalu, petugas Air Traffic Control (ATC) ) di Bandara Udara Soekarno-Hatta yang memandu Sukhoi Superjet 100 juga mengatur 12 penerbangan lain pada saat yang sama. “Ini jumlah yang cukup tinggi buat seorang petugas,” kata I Gusti Ketut Susila, Presiden Indonesia Air Traffic Controllers Association, kepada Tempo, Jumat, 11 Mei 2012 lalu.
Saat itu pilot Sukhoi, Aleksandr Yablonstev, meminta izin untuk turun dari ketinggian 10 ribu kaki ke 6.000 kaki di sekitar Gunung Salak, Bogor. Setelah itu, Sukhoi raib alias hilang kontak hingga akhirnya pesawat ditemukan dalam keadaan hancur berkeping-keping di tebing dan jurang Gunung Salak.
Seperti dilansir majalah Tempo pekan ini, dalam tulisan "Mereka yang Mengatur Langit", pada jam-jam puncak seperti Rabu siang itu, udara seperti jalanan Jakarta yang ruwet. Pesawat selalu antre, berputar-putar di langit, sebelum bisa menyentuh darat. “Pada jam sibuk, bisa 20-30 menit antre di udara,” kata Ervin Adhitya, pilot sebuah maskapai swasta.
Pilot Aleksandr Yablonstev memang tak perlu melewati “kemacetan” lalu lintas udara itu. Sukhoi Superjet yang ia kendarai melintasi wilayah aman, yang disebut training area. Area ini memanjang sejauh 20 nautical mile atau 37 kilometer ke selatan dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Gunung Salak berada di luar area pelatihan. Menurut Chappy Hakim, mantan Kepala Staf Angkatan Udara, ajang demo pesawat atau joy flight kerap menggunakan area pelatihan itu.
Kontrol udara tetap dilakukan oleh petugas di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Susila menyatakan lalu lintas udara semakin padat, sementara jumlah petugas terlalu sedikit. Idealnya, seorang petugas melayani lima pesawat pada saat yang sama. Tugas pengatur lalu lintas udara tak hanya memandu pendaratan dan lepas landas.
Menurut Susila, petugas juga mengawal perjalanan pesawat melalui radar hingga masuk wilayah pengatur yang lain. Termasuk menjaga jarak antarpesawat atau memperingatkan jika ada obyek pengganggu penerbangan. Lengah sedikit, bahaya mengincar. Beban petugas meningkat terutama jika semua pilot minta didahulukan mendarat.
Chappy Hakim juga mengkritik sistem pengaturan lalu lintas udara ini. Ia menilai peralatan dan kemampuan pengatur kendaraan di udara sudah ketinggalan zaman. Parahnya, jumlah pesawat kian banyak. “Dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, Indonesia paling jelek.”
Deputy Senior General Manager Bandara Internasional Soekarno-Hatta Mulya Abdi menegaskan ATC sudah menjalankan prosedur dalam memandu penerbangan Sukhoi Super Jet-100. "Kami sudah sesuai standar operasional (SOP) petugas controller dan peralatan radar dalam kondisi prima dapat melayani penerbangan," kata Mulya.
PRAMONO | RINA WIDIASTUTI | ANANDA PUTRI | AYU CIPTA
Berita terkait:
Sukhoi Menabrak Setelah Menembus Kumulonimbus
Sukhoi Superjet Sempat Memutari Gunung Salak
Neraka di Langit Indonesia: Seluler dan Sex Phone
ATC Membantah Terbang di Indonesia Seperti Neraka
Sukhoi Jatuh "Berkah" Warga Bogor
Evakuasi Jenazah Pilot Sukhoi Memakan Waktu 3 Jam
Badan Pesawat Sukhoi Ditemukan
Ada Tiga Mayat Dekat Bodi Pesawat Sukhoi