TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril, mengatakan tertangkapnya Neneng Sri Wahyuni akan menjelaskan peran sesungguhnya istri M. Nazaruddin itu. Soalnya, sejumlah kesaksian menyebutkan Neneng berperan mengatur fee (komisi) dan keuntungan setiap proyek yang dikendalikan Grup Permai.
"Dia mungkin bukan pejabat negara ataupun kontraktor, tapi dia bisa dibilang makelar proyek," ujar Oce saat dihubungi Kamis 14 Juni 2012.
Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Neneng di rumahnya di kawasan Pejaten, Jakarta, Rabu 13 Juni 2012. Neneng kabur sebelum KPK menetapkannya sebagai tersangka suap proyek pembangkit listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu.
KPK menduga Neneng menerima suap lebih dari Rp 2,7 miliar dari proyek senilai Rp 8,9 miliar itu. Untuk kasus ini, Timas Ginting, pejabat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, telah divonis 2 tahun penjara.
Saat sidang Timas, peran Neneng dalam proyek PLTS terungkap melalui kesaksian Yulianis, bekas pegawai Nazaruddin di Grup Permai. Menurut Yulianis, perusahaan Nazaruddin dan Neneng memakai PT Alfindo Nuratama untuk memenangkan lelang proyek yang berlangsung pada 2008. "Keuntungan-keuntungan dan pengeluaran proyek, yang in charge Ibu Neneng. Dia yang pegang rekening PT Alfindo," kata Yulianis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Desember lalu.
Neneng dan Nazaruddin, menurut Yulianis, bekerja sama dengan Marisi Matondang, Direktur Utama PT Mahkota Negara yang juga Direktur Administrasi PT Anugerah, meminjam PT Alfindo menggarap proyek PLTS.
Keterangan Yulianis diperkuat stafnya, Oktarina Fury, yakni bahwa Neneng selaku Direktur Keuangan memegang kontrol sepenuhnya terhadap keluar-masuknya duit perusahaan. "Persetujuan keuangan setelah Bu Neneng ke Pak Nazar, karena Pak Nazar kan owner (pemilik) perusahaan."
Oce mengatakan, di Grup Permai, Neneng memiliki kapasitas mengatur aliran fee dari hulu ke hilir, tak terkecuali lobi untuk proyek PLTS. ”Lagi pula, hakim dalam perkara Timas sudah meyakini Grup Permai sebagai tempat berkumpulnya fee,” katanya.
Adapun Hotman Paris Hutapea, pengacara Neneng, membantah jika kliennya disebut sebagai pengatur fee proyek PLTS. ”Bagaimana mau disebut pengatur fee, nama dia saja tidak ada di perencanaan, kontrak, ataupun anggaran proyek?” ujar Hotman kemarin. Karena itu, Hotman meyakini kliennya juga tidak pernah terlibat langsung dengan Kementerian Tenaga Kerja ataupun tender proyek PLTS. Hotman pun heran terhadap tindakan KPK menetapkan kliennya sebagai tersangka karena diduga menerima komisi aliran duit proyek PLTS.
ISTMAN MP | ISMA SAVITRI | SUKMA
Berita lain
Lebih Jauh tentang Neneng Sri Wahyuni
Diperiksa 23 Jam, Neneng Dicecar Pertanyaan Buron
Neneng Siap Buka-bukaan
Neneng Diintai dari Malaysia
Kemana Saja Neneng Selama Pelarian?
Akhir Pelarian Neneng
Ancaman Pasal Warga Malaysia Pelindung Neneng
Pelindung Neneng pun Sembunyi dalam Sarung