TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Perencanaan Kementerian Agama, Hasanuddin Syamsudin, mengatakan anggaran pengadaan Al-Quran tahun-tahun belakangan selalu kurang. Baru pada 2011, penambahan anggaran bisa terealisasi.
Syamsudin meminta agar lonjakan anggaran pengadaan Al-Quran pada 2011 dan 2012 tidak dinilai sebagai sesuatu yang mencurigakan. “Dari dulu bagian keagamaan sudah teriak agar anggaran dinaikkan,” kata Syamsudin di kantor Kementerian pada Rabu 4 Juli 2012.
Syamsudin menjelaskan alokasi dana di Kementerian bisa dibagi atas dua kebutuhan utama. Pertama adalah kebutuhan pendidikan; dan kedua, kebutuhan urusan keagamaan. Selama ini anggaran yang dialokasikan untuk kebutuhan pendidikan jauh lebih besar dari urusan keagamaan. “Padahal, ini Kementerian Agama,” katanya.
Porsi anggaran untuk urusan keagamaan, kata Syamsudin, selama ini hanya lima persen. Sebagian besar sisanya digunakan untuk urusan pendidikan. “Sekitar 80 persen,” katanya. Itu sebabnya pada 2011, Kementerian mengusulkan kenaikan anggaran pengadaan Al-Quran.
Sepanjang 2009-2011, anggaran pengadaan Al-Quran tak pernah lebih dari Rp 5 miliar. Baru pada pertengahan 2011, Kementerian mengusulkan penambahan anggaran menjadi Rp 22 miliar. Usulan itu disetujui Dewan dan anggarannya tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2011.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abdul Djamil, mengatakan Biro Perencanaan punya wewenang menaikkan anggaran pengadaan. “Kenapa naik? Sebaiknya ditanya ke sana,” katanya.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Ahmad Jauhari, mengatakan direktorat hanya pelaksana anggaran.
ANANDA BADUDU
Berita Terkait:
Majelis Ulama Minta Pembagian Quran Diawasi
MUI: Kebutuhan Al-Quran Dua Juta Eksemplar
Proyek Al-Quran, DPR Akui Dapat Jatah
Kasus Al-Quran, Kementerian Agama Periksa Pejabat