TEMPO.CO , Jakarta: Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Hongkong Bertrand de Speville mencatat enam tantangan yang dihadapi sebuah lembaga anti korupsi dalam menumpas korupsi. "Di Indonesia terutama, terkait kebijakan investigasi," kata Bertrand dalam kuliah umum di Program Pasca Sarjana Universitas Paramadina, Rabu, 4 Juli 2012.
Kebijakan investigasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mestinya disamaratakan terhadap seluruh dugaan atau kasus yang dilaporkan. "KPK tidak boleh tebang pilih dalam penanganan pelaporan dugaan korupsi," katanya.
Kebijakan investigasi yang baik, menurut dia, akan berdampak pada dukungan publik terhadap KPK. "Kasus sekecil apa pun jika tetap diperhatikan akan membuat masyarakat mendukung secara proaktif. Namun jika diabaikan, akan membuat mereka kemudian tidak melapor saat dua tahun kemudian ada kasus besar," ujarnya.
Tantangan kedua yakni masalah sumber daya manusia. Jumlah pegawai sebanyak 700 orang di KPK dianggap belum memadai. "Dibandingkan dengan 5,4 juta PNS dan 400 ribu polisi tidak sebanding," kata Bertrand.
Berikutnya yaitu mandat lembaga anti korupsi, vonis yang ringan, tertundanya peradilan, dan sistem pelaporan aset kekayaan. Mantan wakil pimpinan KPK periode 2003-2007, Erry Riyana sepakat mengenai tantangan sulitnya menumpas korupsi akibat vonis yang ringan.
"Penetapan vonis ringan pada zaman saya memang dilematis. Namun, tentu pengurus KPK saat ini bisa menetapkan vonis yang lebih galak," ujar Erry.
Selain itu, Bertrand juga menilai sistem pelaporan aset kekayaan di Indonesia keliru. Tujuan dari pelaporan saat ini hanya untuk menangkap pegawai yang korupsi. "Ada 140 ribu LHKPN, KPK memeriksa satu per satu, itu makan waktu dan biaya yang banyak, tidak efisien," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI
Berita lain:
Marzuki Alie Persilakan KPK Bersihkan DPR
Anas Bersyukur Dianggap Berharga
Dua Artis Juga Ikut Saweran gedung KPK
Warga Yogyakarta Sumbang Rp 628 Ribu untuk KPK
Dua Tahun Menabung, Anak SD Sumbang Gedung KPK