TEMPO.CO, Yogyakarta - Slamet Riyanto, anggota Kepolisian Resort Gunung Kidul, menyatakan tetap menjaga silaturahmi dengan mantan atasannya, Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Namun, dia mengaku, tak sekalipun pernah membantu tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan simulator alat uji surat izin mengemudi itu mengurus aset kekayaannya. “Aset apa, ya,” katanya heran kepada Tempo di ruang kerjanya, Kamis, 2 Agustus 2012.
Sehari-hari, Slamet bertugas di Unit Registrasi dan Identifikasi di Satuan Lalu Lintas Polres Gunung Kidul dengan pangkat ajun inspektur polisi satu. Ia tinggal di asrama Polres bersama istri dan dua anaknya. Sebelumnya, tak hanya mengurus aset Djoko, lelaki berusia 45 tahun itu juga dikabarkan mendapat titipan mengurus mobil Mercy dari mantan Kepala Kors Lalu Lintas Polri ini. “Diminta bantuan mengurus surat pajak (kendaraan) atau STNK saja tidak pernah,” katanya.
Menurut dia, hubungannya dengan Djoko baik, tapi tak istimewa. Hubungan itu berjalan laiknya antara atasan dan bawahan. Slamet mengenal Djoko sejak masih bertugas di Kepolisian Wilayah Cirebon, Jawa Barat, pada 1998. Sementara Djoko menjabat sebagai Kepala Bagian Lalu Lintas berpangkat ajun komisaris polisi, Slamet adalah bawahannya dengan pangkat brigadir satu. Di Polwil itu, Djoko bertugas hingga berpangkat komisaris.
Semasa bertugas di Polwil Cirebon, Djoko adalah perwira yang tak neko-neko. Slamet mengaku, belum pernah mendengar kabar miring tentang atasannya. Bahkan, sebagai anak buah, komunikasi antara Slamet dan Djoko tak selalu berlangsung kaku. “Sering pakai bahasa Jawa,” katanya.
Sejak Djoko pindah tugas dari Polwil Cirebon, Slamet tak pernah lagi bertemu. Terakhir, Slamet bertemu kembali dengan Djoko setelah ia bertugas di Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta. “Saya pindah ke Polda (DIY) pada 2008.” Di tempat barunya, Slamet bertugas di Direktorat Lalu Lintas.
Slamet lupa kapan tepatnya pertemuan itu. Namun ia ingat pertemuan itu terjadi dalam sebuah peresmian program Satu Sekolah Dua Polisi (SSDP). Kala itu, Djoko menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas. “Yang jelas (waktu itu Djoko) belum menjabat (gubenur) di Akpol,” katanya.
Pertemuan itu sebenarnya biasa saja. Slamet menyapa dan Djoko membalasnya. Namun ada satu hal yang selalu diingat Slamet dari pertemuan itu. “Saya cium tangan (Djoko),” katanya. Ia memiliki kebiasan mencium tangan orang yang lebih tua. Termasuk untuk senior dan mantan atasannya itu. “Tradisi (ajaran) dari orang tua,” kata bintara polisi yang dulu pernah mondok di pesantren ini.
Slamet pindah ke Polres Gunung Kidul pada 2010. Salah satu alasannya, ia ingin kembali ke tanah kelahirannya, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari. “Biar dekat orang tua,” katanya. Ia masih tak percaya, dari mana namanya dikaitkan dengan aset dan kekayaan Djoko. Sesekali, ia memang pernah membawa mobil mewah ke asrama tempatnya tinggal. “Bukan Mercy, tapi Camry, itu pun mobil sewaan,” katanya.
Slamet memiliki mobil Panther. Selain itu, di samping asrama bernomor 29 yang ditempatinya, terparkir sebuah mobil Karimun H 8802 PH warna biru metalik. Ia mengaku mobil pribadinya masih diperbaiki di bengkel dan Karimun itu adalah titipan adiknya. “Kalau saya (dibilang) dekat dengan Jenderal,” katanya mempertegas kembali hubungannya dengan Djoko. “Masak pangkat saya ini.” Tangan kanan lelaki yang menjadi polisi sejak 1990 itu menjamah tanda pangkat di pundaknya.
ANANG ZAKARIA
Berita Terpopuler:
Polisi Langgar Wewenang KPK
BWF Diskualifikasi Delapan Atlet Badminton
"Bayi Besar" Bermunculan di Amerika
Satu Jenderal Polisi Lagi Jadi Tersangka
Gubernur Tersangka, Agenda Akpol Berantakan
Panwaslu Miliki Video Rhoma Irama Ceramah SARA
Djoko Susilo Ancam Perkarakan KPK
Didiskualifikasi, Atlet Bulu Tangkis Ini Pensiun
Ahok Yakin Foke Tidak Embuskan Isu SARA
Polisi Diminta Mundur dari Kasus Simulator SIM