TEMPO.CO, Pekanbaru - Kelap-kelip lampu colok menambah semarak Kota Pekanbaru di malam ke-27 Ramadan. Lampu itu berbahan sederhana, hanya dari botol minuman bekas. Pijar ratusan cahaya kecil itu dirancang berbentuk masjid nan bercahaya menghiasi setiap sudut kota.
Hiasan lampu colok itu tersebar di 12 kecamatan di Kota Pekanbaru. Ajang ini merupakan festival budaya tradisional yang digelar saban tahun saat malam ke-27 Ramadan. Setiap warga kecamatan bersaing dengan warga lainnya untuk memberikan bentuk terbaik. Tim penilai dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bakal menyambangi setiap kecamatan. Penilaiannya berdasarkan keindahan, artistik, banyaknya jumlah lampu colok, serta bentuk ornamen yang ditampilkan.
Menurut sejarahnya, tradisi ini merupakan warisan masyarakat Melayu Pekanbaru yang dulunya masih bernama Senapelan. Pada zaman dulu, masyarakat Senapelan gemar memasang lampu colok di sepanjang kampung saat malam ke-27 Ramadan. Selain untuk penerang kampung, lampu colok sebagai bentuk rasa syukur memasuki malam lailatulkadar dan menyambut gembira hari kemenangan Idul Fitri.
Festival ini digelar sebagai momen melestarikan budaya tradisional Melayu Pekanbaru. "Momen ini juga sebagai promosi wisata daerah kota Pekanbaru, sehingga tidak cuma warga lokal, warga regional pun mengenal lampu colok," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru, Desrrayani Bibra, Rabu, 15 Agustus 2012.
Walikota Pekanbaru Firdaus MT berharap momen ini dapat memberikan pencerahan kepada generasi muda agar mengetahui tradisi nenek moyang.
RIYAN NOFITRA
Berita Populer:
Pendaki Gunung Ijen Diminta Buat Surat Pernyataan
Besok, Pengunjung Candi Prambanan Wajib Pakai Kain
Jaladara, Sensasi Wisata Kereta Kuno
7 Benda yang Mesti Dibawa Saat Liburan
5 Restoran Terbaik di Hong Kong
10 Kota Olimpiade yang Asyik buat Berlibur
Hati-hati Berlibur ke Pantai Parangtritis
Petugas Keamanan Malioboro Berseragam Lurik