TEMPO.CO, Sumenep - Magrib menjelang di Dusun Lebbak, Desa Dapenda, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Tiga anak kecil yang merupakan cucu dan anak tetangga Tahir, 47 tahun, asik merebahkan badan di atas pasir di halaman rumah Tahir. "Pemandangan seperti ini hanya ada di sini," kata Tahir kepada Tempo, yang bertandang ke rumahnya, Minggu, 16 September 2012.
Hari beranjak malam. Halaman rumah Tahir di dusun yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Pantai Lombang, lokasi wisata andalan Kabupaten Sumenep, itu semakin ramai dipadati warga. Mereka adalah tetangga dan kerabat Tahir, mulai dari anak muda hingga tua renta. Semuanya lesehan di pasir sembari mengobrol.
Mereka juga menggosokkan pasir ke tangan dan kaki. Sebagian di antara mereka bahkan memendam kaki hingga pangkal pahanya ke dalam pasir. "Hangat, Mas, coba saja," tutur anak Tahir, Hana, 20 tahun, kepada Tempo.
Pasir pantai memang lekat dengan kehidupan warga Dusun Lebbak. Segala aktivitas warga tidak bisa lepas dari pasir hingga ada istilah mandi pasir. Tidur pun di pasir. Bahkan ibu-ibu melahirkan bayinya di atas pasir. "Tidur di pasir bisa menghilangkan pegal di badan sehabis melaut seharian," ujar Tahir.
Di rumah Tahir, bukannya tak ada ranjang lengkap dengan kasurnya. Namun, karena terbiasa tidur di atas pasir, Tahir membuat kasur khusus dari pasir di samping ranjangnya. "Tidur di kasur kapas panas. Di kasur pasir hangat, tapi sejuk," ucapnya.
Berdasarkan pantauan Tempo, ada dua model kasur pasir di rumah-rumah warga Dusun Lebbak. Di antaranya berbentuk seperti ranjang biasa. Pasir dihambur begitu saja di atas lantai kamar tidur. Agar tidak berhamburan, diberi sekat kayu setinggi 40 sentimeter. Bentuknya persegi panjang.
Ada pula kasur pasir seperti bentuk kolam renang. Dan bentuk seperti ini yang paling banyak digunakan warga. Model ini dianggap lebih sederhana. Kamar tidur pun tetap tampak luas. Sebab, untuk membuatnya hanya dengan menggali sebagian lantai kamar tidur sedalam setengah meter, kemudian diisi penuh dengan pasir. "Pada musim kemarau seperti sekarang, kami tidur di pasir. Tidur di kasur biasanya hanya saat musim hujan," tutur Tahir.
Warga Dusun Lebbak yang lain, Imamuddin, 28 tahun, juga memaparkan bahwa dirinya tidak bisa lepas dari pasir. Saat bepergian jauh dari kampungnya selama beberapa hari, Imamuddin tak lupa nyangu pasir yang dibawanya dalam botol air mineral. "Kalau enggak nyentuh pasir, enggak bisa tidur. Badan rasanya pegal," kata Imam sembari bertelanjang dada, lalu membenamkan seluruh tubuhnya ke dalam pasir.
Hana punya pengalaman unik gara-gara pasir yang dibawanya saat nyantri di Pondok Pesantren An-Nuqayah, Kecamatan Guluk-Guluk. Hana sering diomeli teman sekamarnya, karena setiap akan tidur, Hana punya ritual wajib, yaitu menggosokkan pasir ke lengan dan betisnya. "Kata ibu, saya dulu dilahirkan di kasur pasir," ujarnya mengenang.
Selain Dusun Lebbak, warga Dusun Lenggung Timur dan Lenggung Barat, Desa Dapenda, juga memiliki kebiasaan tidur di atas pasir. Aktivitas berpasir paling mudah dijumpai pada malam hari. Melewati jalan kampung tak beraspal, hampir semua warga lesehan di halaman masing-masing. Seolah pasir adalah hambal yang tebal dan lembut. "Pada siang hari, jangankan lesehan, jalan tak beralas kaki tidak mau. Pasir jadi panas kena terik matahari," kata Hana.
Menurut Tahir, pasir yang dijadikan kasur bukan sembarang pasir yang biasa ditemui di pantai. Pasir untuk kasur diambil khusus di Pantai Lombang. Warga pun harus terlebih dahulu menggali tanah di pantai hingga mendapatkan pasir yang berwarna agak kekuningan. "Saya diajari kakek saya cara ngambil pasir untuk kasur," kenang Tahir.
Oleh warga, pasir kasur hanya diganti setiap selesai dipakai melahirkan. Namun, hingga kini, belum ada penelitian medis terkait manfaat pasir bagi kesehatan.
Tapi, bagi Tahir, selain bisa menghilangkan pegal linu, pasir juga bisa menyembuhkan luka. Jika terkena pisau, bagian tubuh yang luka terlebih dahulu dibasuh dengan air laut kemudian diberi pasir pantai. "Sembuh tanpa infeksi," katanya.
Tempo sempat mencoba rebahan di kasur pasir ala warga Dusun Lebbak. Pasir yang digunakan warga di dusun tersebut tidak menimbulkan gatal atau lengket di badan serta pakaian, alias mudah dibersihkan. "Sapu untuk membersihan pasir di sini khusus dibuat dari batang bambu yang dibelah kecil ujungnya," kata Tahir pula.
Tidak ada yang tahu pasti kenapa leluhur Dusun Lebbak memiliki tradisi menyatu dengan pasir. Tahir hanya tahu sejak masih kecil dirinya sudah diajarkan tidur di pasir oleh orang tuanya. Tahir pun mewariskan hal itu kepada anak dan cucunya. "Tapi anak lelaki saya tidak mau di kamarnya ada pasir. Tidak masalah karena bukan kewajiban," ucap Tahir.
MUSTHOFA BISRI
Berita terpopuler lainnya:
Dari Hulu ke Hilir, Festival Kopi Indonesia
Hotel Giat Gandeng Agen Wisata
Berburu Hantu di 3 Kota
Menunggu Sawahlunto Menjadi Kota Warisan Dunia
Keunggulan Braga Festival Tahun Ini
Jawa Timur Gelar Pesta Rakyat Sebulan Penuh
Christine Hakim dan Sail Morotai
Banyumas Gelar Festival Serayu