TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengklaim korupsi uang negara yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan pelat merah hanya Rp 166 juta. Kerugian negara yang mengarah pada tindak korupsi ini berasal dari pengeluaran perjalanan dinas fiktif. Selebihnya, menurut Dahlan, merupakan kasus-kasus yang masih bisa diatasi.
"Inspektorat sudah melaporkan, ternyata hasil temuan BPK itu dikategorikan atas kerugian negara, potensi kerugian negara, dan kekurangan penerimaan," kata Dahlan saat ditemui seusai rapat pimpinan Kementerian BUMN di Perum Perumnas, Selasa, 16 Oktober 2012.
Untuk kategori merugikan negara, Dahlan menjelaskan, ditemukan lima kasus kelebihan pembayaran. "Itu biasanya menyangkut kontrak," kata Dahlan. Penyelesaiannya, menurut dia, dengan melakukan penagihan kembali kelebihan dana tersebut. "Kalau tidak mau, kami perkarakan," ujarnya.
Dalam kategori merugikan negara ini, ada beberapa kasus yang menyangkut kekurangan volume pekerjaan. Ia mencontohkan, dalam suatu proyek ternyata masih belum lengkap, misalnya kurang memasang kunci pintu toilet. "Ternyata oleh BPK itu dihitung semua sehingga kemudian termasuk merugikan," ujarnya.
Jalan akhirnya, kata Dahlan, dengan meminta kepada kontraktor untuk segera menyelesaikan proyek tersebut. "Kalau tidak mau, sama, kami perkarakan. Tapi biasanya mereka tidak mau repot sehingga memenuhinya," ujarnya.
Selain itu, Inspektorat Jenderal Kementerian BUMN juga menemukan tiga kasus penggunaan barang negara oleh pribadi. "Biasanya rumah dinas," ujarnya. Dahlan mengatakan, kasus ini biasanya terjadi pada pegawai yang telah pensiun, tapi masih bertahan di rumah dinas tanpa membayar. "Nilai rumahnya berapa, itu enggak dia bayar, sehingga dihitung merugikan negara," ujarnya.
Dalam kasus ini, Dahlan memaklumi tindakan perusahaan pelat merah yang biasanya kesulitan meminta kembali rumah dinas yang masih ditempati oleh pegawainya yang sudah pensiun. Oleh karena itu, selain diatasi oleh Kementerian, pihaknya juga meminta bantuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi. "Direktur-direktur utama yang kesulitan bisa langsung sampaikan pada KPK untuk diproses," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI
Berita terpopuler lainnya:
Pesawat Sriwijaya Air Salah Mendarat
Ramai-ramai Menyelewengkan ''Beras Miskin''
Gita Wirjawan Jualan Manggis di Selandia Baru
Investasi Reksa Dana Masih Minim Peminat
Rupiah Sulit Beranjak Dari 9.600
BPK Audit LSerentak Freeport, Antam, dan Newmont