TEMPO.CO , Jakarta: Sejak tiba di Indonesia 38 tahun lalu, pemimpin perusahaan Grup Indorama, Sri Prakash Lohia, mantap terjun di industri petrokimia. Orang terkaya kedelapan di Indonesia versi majalah Forbes ini membangun pabrik pertamanya di Purwakarta, Jawa Barat. Bermodal awal US$ 10 juta, nilai perusahaan Lohia kini melonjak jadi US$ 7 miliar atau Rp 67,3 triliun. Bisnisnya menggurita di seluruh dunia melalui 20 perusahaan.
Pria keturunan India yang menjadi warga negara Indonesia pada 1985 itu kini membidik pasar Afrika. Ia mendirikan pabrik pupuk urea di benua hitam tersebut. "Karena itu saya lebih banyak berada di London, agar bisa mengontrol perusahaan dari sana," kata lelaki berusia 60 tahun itu.
Selasa tiga pekan lalu, Lohia menerima jurnalis Tempo Dewi Rina dan Rosalina, serta fotografer Aditia Noviansyah, di kantornya, Wisma Indorama, Jakarta. Didampingi Direktur Keuangan PT Indorama Synthetic Tbk, Vishnu Swaroop Baldwa, Lohia menjawab berbagai pertanyaan dalam wawancara yang berlangsung satu jam.
Beralih ke soal lain, sebagai keturunan India, mengapa Anda memutuskan menjadi warga negara Indonesia?
Saya senang di sini, sudah hampir 40 tahun saya berada di Indonesia. Saya jadi warga negara Indonesia pada 1985. Saya juga bisa menyanyikan Indonesia Raya. Sekarang saya lebih banyak tinggal di London, agar lebih mudah mengontrol perusahaan di Afrika.
Kalau merasa kerasan di Indonesia, mengapa dua perusahaan induk Indorama di Singapura dan Thailand tidak dipindahkan ke sini?
Regulasi di sini tidak sesuai dengan pasar global. Sejak 1997, berdasarkan aturan Bank Indonesia, perbankan tidak bisa memberi pinjaman untuk unit usaha kami yang berada di luar negeri. Selain itu, perusahaan juga terkena pajak ganda bila dibangun di sini. Padahal, sebagian besar negara di dunia sudah tidak memberlakukan pajak ganda. Alasan itu membuat kami tidak membangun holding company di Indonesia.
Apa pandangan Anda tentang kondisi infrastruktur di sini? Apakah sudah memadai?
Sarana infrastruktur di Indonesia tak terlalu bagus. Pemerintah harus memberi dukungan, jalan harus diperbaiki, sehingga truk bisa lewat. Saat ini biaya pengiriman menjadi mahal karena macet. Ongkos pengiriman ke Cina bisa lebih murah dibandingkan dari Purwakarta ke Tanjung Priok. Misalnya dari Indonesia ke Cina biayanya US$ 10 per pack. Sedangkan biaya pengiriman dari Purwakarta ke Tanjung Priok US$ 15 per pack. Padahal jaraknya hanya 100 kilometer.
Terpopuler:
Menteri Djoko: JSS Tertunda Karena Ada Konflik
SBY Minta Astra Investasi Mobil Ramah Lingkungan
SBY Minta Inggris Tingkatkan Investasi
Penumpang Penerbangan Domestik Capai 33,66 Juta
Penjualan United Tractors Turun 15 Persen