TEMPO.CO, Jakarta--Paguyuban warung tegal (warteg) mendukung rencana Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk merevisi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran. Penasehat Paguyuban Arief Muktiono mengatakan warteg selama ini identik dengan masyarakat kecil.
"Lagian kami pernah hitung jumlah potensi pajak dari warteg tidak tinggi," kata Arief ketika dihubungi pada Senin, 7 Oktober 2013. Menurut dia, besaran potensi pajak dari warteg di bawah Rp 10 miliar. (Lihat: Jokowi Hapus Pajak Warteg)
Arief menilai lebih baik DKI fokus menarik pajak dari rumah makan yang besar saja. Bahkan dia menuding sebenaranya masih banyak restoran besar yang menunggak pajak.
Menurut warga Kelurahan Panggung, Tegal Timur ini, pengusaha warteg di DKI kerap kembang kempis. Keluhan mereka seragam yaitu sewa lapak yang mahal dan tingginya kebutuhan pokok.
Belum lagi, pangsa pasar dari warteg adalah kelas bawah yang kadang "kas bon", istilah untuk utang. Jadi pengusaha warteg perlu berpikir ekstra untuk memutar uang.
Jokowi, sapaan akrab Gubernur, mewacanakan akan merevisi Perda tersebut. Alasan, mantan Wali Kota Solo ini adalah warteg merupakan usaha skala kecil yang justru harus dibina.
Dalam Peeda ini, restoran dengan omset di atas Rp 200 juta per tahun akan ditarik pajak. Jokowi berpendapat masih banyak objek pajak skala besar yang lebih potensial untuk digenjot.
Realisasi pajak restoran hingga triwulan I tahun 2013 sudah mencapai Rp 362,5 miliar atau 26,86% dari target Rp1,350 triliun. Secara keseluruahan target pajak DKI 2013 sebesar Rp 21,9 triliun hingga sekarang sudah terealisasi Rp 4,4 triliun.
SYAILENDRA
Berita terkait:
Pemprov DKI: Potensi Pajak Warteg Kurang Potensial
Hapus Pajak Warteg, Jokowi Dianggap Cari Popularitas
Ramai-ramai Tolak Pajak Warteg
YLKI: Pajak Warteg Tidak Manusiawi