TEMPO.CO, Jakarta - Partai politik dinilai berperan penting dalam fenomena maraknya politik uang dalam pemilihan umum. Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, 41,5 persen responden toleransi terhadap praktek politik uang dari partai politik atau calon anggota Dewan.
"Politik uang marak karena kinerja partai buruk dalam mendekatkan diri ke masyarakat," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi di Jakarta, Kamis, 12 Desember 2013. Akibat kegagalan mendekat ke masyarakat, kata dia, masyarakat memilih melakukan hubungan secara transaksi dengan partai politik.
Survei Indikator dilakukan di 37 daerah pemilihan di Jawa, satu dapil di Sumatera Utara, dan satu dapil di Sulawesi. Jumlah responden tiap dapil sebanyak 400 orang atau secara keseluruhan hampir 16 ribu orang dengan sistem wawancara tatap muka. Waktu wawancara dilakukan pada September-Oktober 2013 dengan dana mandiri.
Burhanudin menuturkan, penjabaran responden yang toleran terhadap politik uang juga bermacam-macam. Misalnya, 28,7 persen akan memilih calon yang memberi uang dan 10,3 persen akan memilih calon yang memberi uang paling banyak. Namun, lebih dari separuh justru tetap memilih partai yang sesuai dengan hati nuraninya. "Hanya 4,3 persen yang menolak," kata dia.
Hasil ini tak jauh berbeda dengan hasil survei nasional pada Maret 2013. Ketika itu, sebanyak 41,7 persen publik menoleransi adanya politik uang. Hanya saja, dalam survei ini, sebanyak 80,3 persen responden mengaku tak pernah ditawari uang atau barang dalam pemilu legislatif. Menurut Burhanudin, mereka yang sering mendengar dan melihat adanya politik cenderung lebih toleransi terhadap praktek ini.
Burhanudin menuturkan, pemilih yang memiliki kedekatan dengan partai cenderung menolak pemberian uang. Menurut Burhanudin, mereka umumnya lebih resisten terhadap politik uang ketimbang masyarakat yang tidak merasa dekat dengan partai. Ironisnya, politik uang justru banyak dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam organisasi. "Ini bisa dimaklumi karena politikus lebih mudah mendekati organisasi ketimbang pemilih satu per satu," ujar dia.
Burhanudin menuturkan, politik uang lebih diterima di pedesaan ketimbang perkotaan. Selain itu, politik uang juga sangat tergantung tingkat pendapatan dan pendidikan. Dibandingkan dengan partai lain, massa pemilih Partai Kebangkitan Bangsa paling rentan terhadap politik uang. Sedangkan pemilih Partai Keadilan Sejahtera justru dianggap paling tahan terhadap godaan politik uang. "Bisa jadi karena tingkat pendapatan dan pendidikan pemilih PKB lebih rendah dibanding PKS," kata dia.
Jika partai politik tak berbenah, Burhanduin memperkirakan biaya politik akan semakin mahal. Hal ini disebabkan karena pemilih akan memakai pendekatan secara transaksi dengan partai politik dan caleg. "Karena mereka tak punya kedekatan ideologis dengan partai politik," ujarnya.
Berita selengkapnya tentang politik uang di sini dan di sini.
WAYAN AGUS PURNOMO
Terpopuler
Mayat Korban Pelonco ITN Mengeluarkan Sperma
TN Telusuri Adegan Pemerkosaan dalam Pelonco
Warga Bakar Vila Orange Milik Probosutedjo
Aset Melimpah dan Rumah Mewah Hercules
Multivision Diminta Hentikan Peredaran Film Soekarno
Rusuh di Puncak, Penjaga Vila Siapkan Bom Molotov
Bola Mata Korban Pelonco Maut ITN Berlumuran Darah
Pemilik Vila Bayar Massa Penolak Pembongkaran?
Rusuh Pembongkaran, Warga Bakar Vila
Rusuh Pembongkaran Vila, Jalur Puncak Ditutup