TEMPO.CO, Jakarta - Pelarangan ekspor mineral mentah diperkirakan bakal mengurangi tekanan pada neraca perdagangan dan penerimaan negara. Sebab, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian pada kenyataannya masih membolehkan ekspor untuk mineral yang sudah diolah.
"Sebelumnya kan dibilang, kalau kebijakan ini diberlakukan, penerimaan bisa hilang US$ 5 miliar dan dampak trade balance-nya juga US$ 5 miliar kalau ekspornya sama sekali dilarang. Dengan Permen dan PP yang baru, efeknya jauh lebih rendah dari itu," ujar Menteri Keuangan Chatib Basri di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2014. (Baca juga: November, Perdagangan Surplus US$ 776,8 Juta )
Apalagi dengan pengenaan bea keluar untuk ekspor mineral olahan, potensi kehilangan pendapatan tersebut justru bisa tergantikan dengan tambahan mencapai US$ 9 miliar pada 2016. "Pengusaha boleh mengekspor produk olahannya, namun dengan kebijakan pengenaan pajak progresif hingga dua sampai tiga tahun ke depan, jadi tambah besar setiap tahun," ujarnya.
Pemerintah akan mengenakan bea keluar mineral mentah secara bertahap sampai maksimal 60 persen pada 2017 kepada perusahaan tambang yang sudah memenuhi batas minimum pengolahan hasil tambangnya di dalam negeri. (Baca juga : Peraturan Bea Keluar Progresif Turunkan Defisit)
Kebijakan bea keluar mineral itu merupakan tindak lanjut dari larangan ekspor bahan mentah mineral yang berlaku mulai 12 Januari 2014. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, seluruh perusahaan tambang harus melakukan pengolahan dan pemurnian (smelter) hasil tambang di dalam negeri.
Chatib mengklaim Indonesia bisa surplus perdagangan di sektor pertambangan pada tahun ketiga pengenaan bea keluar sebesar US$ 1 triliun. Sebab, meskipun Indonesia masih mengimpor barang modal untuk pembangunan smelter dan bahan penolong, nilainya diperkirakan hanya sekitar US$ 8 miliar. "Itu yang saya maksud hanya memukul kita dalam jangka pendek di 2014," ujarnya. (Baca juga : Cadangan Devisa Naik Menjadi US$ 99,4 Miliar)
Selain itu, pemerintah punya kesempatan menghemat anggaran untuk mengimbangi menyusutnya ekspor mineral, yakni dari kewajiban peningkatan penyerapan biodisel. Dengan mandatory ini, artinya negara akan mengurangi anggaran untuk mengimpor solar.
Kemarin, Direktur Bioenergi Kementerian Energi menargetkan penyerapan biodiesel pada 2014 mencapai 4 juta kiloliter. Dari target tersebut, pemerintah mengklaim bisa menghemat anggaran mencapai US$ 5 miliar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sepanjang Januari hingga Oktober 2013, ekspor mineral mentah mencapai US$ 5 miliar dari total ekspor sektor tambang sebesar US$ 25,22 miliar. Pengapalan mineral mentah itu terdiri atas bijih tembaga 40 persen, nikel 28 persen, aluminium 22 persen, dan bijih besi 7 persen. Pendapatan tersebut secara kumulatif bisa mencapai US$ 6 miliar pada akhir 2013.
AYU PRIMA SANDI
Terpopuler :
6 Proyek Banjir Ini Bisa Ringankan Kerja Jokowi
Dana Sodetan Banjir Jakarta Rp 500 Miliar
Rupiah Berpeluang Terus Menguat
Pabrik Kedua Honda Telan Rp 3,1 Triliun
Cuaca Ekstrem, Maklumat Pelayaran Dikeluarkan