TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja mengklaim perusahaannya telah memenuhi kewajiban sesuai dengan prosedur dan tata cara perpajakan yang benar. "BCA tidak melanggar undang-undang," katanya dalam konferensi pers, Selasa, 22 April 2014. (KPK Isyaratkan Periksa BCA Terkait Kasus Ketua BPK).
Ia mengungkapkan, BCA melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) pada 2000. Namun jika dilihat pada kasus tahun 1999, terdapat perbedaan pendapat antara Direktorat Jenderal Pajak dan BCA. Dan, menurut dia, BCA melaksanakan instruksi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia ketika itu. "Saat itu, 92,8 persen saham BCA dimiliki pemerintah," ucap Jahja. (Skandal Pajak Hadi Poernomo, KPK Endus Peran BCA)
Berikut ini kronologi perpajakan untuk tahun fiskal 1999 menurut BCA. (Hadi Poernomo Tersangka, BCA Bakal Buka Mulut)
1. Pada 1999, BCA mengalami kerugian fiskal Rp 29,2 triliun akibat krisis ekonomi di Indonesia. Berdasarkan undang-undang, BCA mengklaim kerugian itu dikompensasikan dengan penghasilan atau tax loss carry forward mulai tahun pajak berikutnya sampai lima tahun. Selanjutnya, sejak 1999 BCA mulai membukukan keuntungan dengan laba fiskal tahun 1999 sebesar Rp 174 miliar.
2. Berdasarkan pemeriksaan pajak pada 2002, Direktorat Jenderal Pajak sudah melakukan koreksi laba fiskal periode 1999 menjadi Rp 6,78 triliun. Di dalamnya ada koreksi transaksi pengalihan aset, termasuk jaminan sebesar Rp 5,77 triliun. Koreksi itu dilakukan melalui proses jual-beli dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan tercantum dalam Perjanjian Jual Beli serta Penyerahan Piutang Nomor SP-165/BPPN/0600.
Menurut BCA, langkah ini sejalan dengan Instruksi Menteri Keuangan Nomor 117/KMK.017/1999 dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret 1999.
3. Transaksi pengalihan aset merupakan jual-beli piutang. Namun, menurut BCA, Direktorat Jenderal Pajak menganggap transaksi ini sebagai penghapusan piutang macet. Pada 17 Juni 2003, BCA mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak atas koreksi pajak yang telah dilakukan. Keberatan oleh BCA ini diterima Direktorat Jenderal Pajak dan dimuat dalam SK Nomor KEP-870/PJ.44/2004 tanggal 18 Juni 2004.
Jahja menjelaskan, masih terdapat sisa kompensasi yang belum digunakan senilai Rp 7,81 triliun saat masa kompensasi kerugian pajak tahun 1998 berakhir. Dengan demikian, ia melanjutkan, seandainya keberatan BCA terhadap koreksi pajak senilai Rp 5,77 triliun tidak diterima Direktorat Jenderal Pajak, masih terdapat sisa tax loss carry forward yang bisa dikompensasikan senilai Rp 2,04 triliun.
"Sisa tax loss carry forward tersebut tidak bisa dipakai lagi atau hangus setelah 2003," ujar Jahja. (Baca juga: Harta Hadi Poernomo, dari Bekasi hingga California)
MARIA YUNIAR
Terpopuler:
Harta Hadi Poernomo, dari Bekasi hingga California
KPK Tetapkan Hadi Poernomo sebagai Tersangka
Hadi Poernomo Terancam Hukuman 20 Tahun Bui