TEMPO.CO, Surabaya -- Satu persatu warga yang terkena dampak penutupan lokalisasi prostitusi Gang Dolly dan Jarak di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, mulai membuka lembaran baru. Mereka merintis usaha sendiri, meski masih terkendala modal dan pemasaran.
Suti, 46 tahun, warga Putat Jaya 2 A, misalnya. Semula dia berjualan kopi untuk menyambung hidup sejak lima tahun lalu. Rumahnya yang berada di lingkungan lokalisasi prostitusi membuat usaha warung kopi Suti laris manis. Dalam satu hari, ia bisa meraup untung Rp 200 ribu.
Tapi Suti harus memutar otak ketika mendengar lokalisasi itu akan ditutup. Ia harus punya pekerjaan baru. "Mungkin sudah dikasih jalan sama Allah, saya kenal dengan peternak itik yang membuat telur asin," kata ibu empat anak ini, Selasa, 15 Juli 2014. (Baca: Jelang Ramadan, Lokalisasi Gang Dolly Sepi)
Lima bulan lalu, Suti berkenalan dengan peternak bebek asal Sidoarjo. Dari peternak itulah dia belajar membuat telur asin. Dalam waktu satu bulan, Suti menemukan formula yang pas untuk membuat telur asin yang masir.
Kini dalam satu minggu Suti bisa membuat 1.000 butir telur asin. Telur-telur itu dikirimnya ke 30 toko langganan. Satu butir telur dia jual seharga Rp 2.700. Dalam lima hari, ia mendapat untung hingga Rp 700 ribu. "Satu toko saya kasih 20 butir, tiga hari sudah habis," ujarnya.
Baca Juga:
Nasib sama juga dialami Tutik Siani, 30 tahun. Ibu tiga anak ini sebelumnya bekerja sebagai operator kafe bersama sang suami, Rano, di Wisma Mekar Asri, sejak tujuh tahun lalu. Sebagai operator kafe, Tutik dibayar Rp 10 ribu untuk satu botol minuman yang terjual.
Dalam sebulan, Tutik dan Rano bisa mengumpulkan uang Rp 800 ribu. Untuk tambahan penghasilan, Tutik juga berjualan gorengan dengan pendapatan bersih sebulan mencapai Rp 500 ribu. Rano kini direkrut Pemerintah Kota Surabaya menjadi anggota Perlindungan Masyarakat dengan gaji Rp 2,2 juta sebulan. Sedangkan Tutik mulai berdagang kue kering. Keterampilannya membuat kue baru dipelajarinya saat mengikuti pelatihan dua hari dari Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya. (Baca: Eks Dolly Direkrut Jadi Pegawai Pemerintah)
Adapun Suryono, warga Putat Jaya C Timur, punya kisah berbeda. Sebelumnya, ayah dua anak ini membantu sang kakak berjualan nasi di kawasan lokalisasi dan diberi upah Rp 50-75 ribu per hari. Setelah mendapat pelatihan dari Badan Pemberdayaan Masyarakat yang bekerja sama dengan perusahaan swasta, Suryono kini tengah merintis usaha barunya, yaitu membuat sabun dan pembersih ramah lingkungan.
"Saya baru jalan dua minggu ini. Kemarin ikut bazar laku sebelas botol, untung Rp 2.000 per botol," kata Suryono.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Surabaya Muhammad Fikser mengatakan belum semua warga eks lokalisasi mendapat bantuan dari Pemerintah Kota. Tapi upaya revitalisasi dan pemberian fasilitas yang dibutuhkan warga akan terus dijalankan.
Saat ini, Pemerintah Kota Surabaya juga sedang mempersiapkan lahan untuk dijadikan sentra usaha kecil-menengah atau pedagang kaki lima. "Ini masih proses pembebasan lahan untuk enam lantai yang disiapkan jadi sentra PKL atau UKM," ujarnya. Menurut Fikser, hingga sekarang sudah ada lima warga yang melakukan negosiasi dengan Pemerintah Kota. Lima warga itu hendak menjual rumahnya kepada Pemerintah Kota.
Untuk sementara, pemerintah Surabaya akan membantu pemasaran melalui satuan kerja perangkat daerah, gerai UKM, dan bazar. Sedangkan untuk memberi bantuan modal, pemerintah kota menggandeng perusahaan swasta dan lembaga sosial untuk menyalurkan bantuan finansial kepada warga terdampak.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Terpopuler
BI: Jangan Kaget dengan Uang NKRI
Deddy Mizwar Diberi Dua Pilihan jika Main Sinetron
Rekapitulasi Suara Pilpres di Jabar Lancar
Konflik Gaza, Palestina Resmi Minta Lindungan PBB
Ahok: Jangan Sungkan SMS Saya Abraham Samad Nasihati Wali Kota Bogor Soal Teken