TEMPO.CO, Surakarta - Kota Surakarta akan kembali menggelar agenda tahunan Solo Batik Fashion pada 5-7 September mendatang. Sebanyak 37 desainer busana akan memamerkan delapan rancangan busana berbahan dasar batik.
Ketua Pelaksana Solo Batik Fashion, Agus Totok, mengatakan kegiatan yang sudah lima kali diselenggarakan itu bertujuan membangkitkan industri batik di Kota Surakarta. "Kami akan memamerkan rancangan para desainer serta perusahaan batik skala kecil dan menengah," katanya, Rabu, 3 September 2014.
Menurut Totok, penyelenggara kegiatan telah membuat aturan yang dianggap memiliki keberpihakan kepada industri batik. "Salah satunya dengan memberikan persyaratan kepada peserta untuk menggunakan bahan batik tulis maupun cap," katanya. Sedangkan batik jenis printing atau sablon tidak boleh digunakan sebagai bahan dasar rancangan busana.
Penerapan syarat tersebut merupakan upaya untuk mempromosikan penggunaan batik tulis dan batik cap hasil produksi perajin kecil. Sedangkan batik printing tidak boleh digunakan lantaran tidak masuk dalam kategori batik. "Batik printing hanyalah tekstil yang bermotif batik yang diproduksi oleh industri skala besar," katanya.
Bahkan kehadiran batik printing yang memiliki harga murah juga dianggap menjadi pesaing bagi industri batik konvensional. Termasuk produk tekstil bermotif batik yang banyak menyerbu pasar dalam negeri dari Cina.
Salah satu perancang busana dalam acara tersebut, Owen Joe, mengatakan para peserta tidak keberatan dengan persyaratan tersebut. "Kami juga tidak ingin merusak reputasi kami dengan menggunakan batik jenis printing," kata perajin asal Bekonang tersebut.
Apalagi selama ini dia berfokus pada pembuatan pakaian batik yang menggunakan pewarna alami. Minimnya ketersediaan batik dengan pewarna alami di pasaran membuat dia harus memproduksi sendiri kain batik yang akan digunakan dalam rancangannya.
Perancang lain, Thea Adjeng, juga menganggap penggunaan batik tulis dan batik cap memang lebih berkelas. "Sesuai dengan pangsa pasar para desainer yang rata-rata kalangan menengah ke atas," katanya. Hal itu membuat para desainer tidak berminat menggunakan batik printing.
Dia mengakui terkadang motif batik tulis dan cap yang diproduksi para perajin tidak sesuai dengan kebutuhan para desainer. Motif batik yang diproduksi oleh perajin terkadang masih kurang mengikuti tren di dunia mode. "Namun bisa diatasi dengan cara memesan motif khusus yang dibutuhkan kepada para perajin," katanya.
AHMAD RAFIQ
Baca juga:
Normalisasi Kali Ciliwung, 17 Ruko Dibongkar
Jero Wacik Tersangka, Renegosiasi Newmont Lanjut
KPK Segera Cekal Jero Wacik
Orang Tua Arfiand SMA 3 Datangi Kantor Ahok