TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan ada bahaya besar jika Dewan Perwakilan Rakyat mengubah pemungutan suara pemilihan umum kepala daerah menjadi tidak langsung alias diserahkan ke DPRD. Menurut Bambang, jika pemungutan dilakukan oleh DPRD, ada potensi korupsi yang sistematis.
"Bila pemungutan suara tidak langsung atau oleh DPRD, jenis korupsi yang dilakukan anggota parlemen akan sangat sistematis dan berkarakter tamak. Ini tergolong corruption by system," kata Bambang melalui pesan pendek, Kamis, 25 September 2014. (Baca: Jokowi: Jika RUU Pilkada Diterima Itu Kemunduran)
Akibatnya, potensi korupsi yang bisa timbul bersifat struktural. Nilai korupsinya pun bisa jadi sangat besar. "Bisa sepanjang pemerintahan kepala daerah, dana APBD dan APBN dijarah semakin masif. Ini merusak kepercayaan publik terhadap kekuasaan seperti pemerintah daerah dan parlemen," ujar Bambang.
Mengubah tata cara pemungutan suara, menurut Bambang, berarti memindahkan permainan politik uang. Dalam pilkada yang melibatkan publik sebagai peserta pemungutan suara, pelaku korupsinya adalah pemilih. "Jenis korupsinya diduga hanya bersifat petty corruption atau korupsi yang hanya untuk urusan perut," ujarnya.
"Maka dalam pemungutan suara oleh DPRD, pelaku kejahatan korupsinya adalah anggota parlemen sendiri," ujar Bambang. (Baca: Dinasti Politik Dibatasi di RUU Pilkada)
Siang ini, DPR akan mengesahkan RUU Pilkada. Dampaknya ada dua. Pertama, yaitu pemungutan suara pilkada menjadi tidak langsung alias diserahkan ke DPRD; atau kedua, pemungutan dilakukan seperti biasa--langsung oleh rakyat.
Koalisi Merah Putih yang berseberangan dengan kubu pasangan presiden-wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla, berkeras mendukung opsi pemilihan lewat DPRD. (Baca: UGM Sarankan Penundaan Pembahasan RUU Pilkada)
Meskipun begitu, di atas kertas, Koalisi Merah Putih punya 273 kursi parlemen, kalah dibanding poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, penyokong Jokowi-Kalla, yang mendukung pemilihan langsung dengan 287 kursi jika ditambah Partai Demokrat.
MUHAMAD RIZKI
Baca juga:
Soal Gantung Diri di Monas, Anas: Siapa Bilang?
Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh
6 Orang Mati, Vonis Anas, dan Skandal Hambalang
Kata Anas Soal Janji Gantung di Monas Usai Vonis