TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar persidangna perkara penganiayaan terhadap siswa SMA Negeri 3 Jakarta, Arfiand Caesary Al Irhami. Dalam sidang ini hakim memeriksa keterangan dari terdakwa W dan J, senior korban.
Terdakwa J membenarkan jika dirinya sempat terlibat kontak fisik dengan Arfiand saat menjalani kegiatan pencinta alam di Gunung Tangukab Parahu, Jawa Barat. Bentuk kontak fisik yang dilakukan J adalah mendorong perut korban menggunakan kaki. "Bukan menendang ya, tapi mendorong bagian perut dengan kaki," kata Achmad Sumarjoko, Kuasa hukum J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 29 September 2014.
Menurut Achmad, tindakkan kliennya itu tidak membuat korban kesakitan atau terjatuh. "Tidak ada yang teriak atau jatuh," kata dia. Perlakuan serupa juga dilakuan J terhadap sejumlah perserta lain. "Mereka juga menyampaikan J melakukan itu. Namun mereka mengaku tak kesakitan."
Mengutip keterangan dokter yang memeriksa korban, kata Achmad, penyebab kematian korban karena adanya luka di paru-paru atau di bagian dada. "Di sini sudah tidak nyambung. Dokter bilang penyebab di bagian dada, sedangkan J di bagian perut," kata dia. Hal tersebut menunjukan tak ada perbuatan J yang menyebabkan kematian korban (baca: Siswa SMA 3 Tewas, Ini Luka di Tubuhnya).
Sementara itu, Kuasa Hukum W, Hendarsam Marantoko mengatakan, kliennya sama sekali tidak pernah melakukan kontak fisik dengan korban. "Tak ada saksi tak menyebut W melakukan sesuatu kepada korban," kata Hendarsam.
Ibu Arfiand, Diana Dewi, tak berkomentar banyak ihwal jalannya persidangan. Dia menyerahkan proses hukum kepada majelis hakim. "Kami bagaimana hakim saja," kata dia. Dia hanya berharap kasus yang menimpa putranya itu bisa diselesaikan sesuai hukum yang berlaku.
W dan J didakwa dengan Pasal 80 ayat 3 Undang-undang Perlindungan Anak tentanhgh Penganiayaan terhadap Anak yang menyebabkan kematian, subsider Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian. Mereka terancam hukuman 10 tahun penjara, namun karena masih tergolong anak-anak, ancaman hukuman maksimal adalah 5 tahun.
Arfiand adalah peserta latihan Sabhawana, kelompok pencinta alam SMA Negeri 3. Dia mengikuti orientasi anggota baru pada 12-20 Juni 2014. Namun usai menjalani pelatihan, kondisi remaja itu itu kritis. Dia meninggal saat dirawat di Rumah Sakit MMC pada 21 Juni 2014. (baca: Kronologi Penganiayaan di Kegiatan Sabhawana SMA 3)