TEMPO.CO, Jakarta - Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa, 30 September 2014, diserbu beberapa aksi demonstrasi. Demonstrasi dilakukan sejumlah kelompok massa yang menolak pengesahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
Aksi pertama dilakukan 50 orang dari Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) sekitar pukul 11.00 WIB. Dalam aksi itu, koordinator Bara JP, Syafti Hidayat, menyatakan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tak tegas soal pilkada langsung telah membunuh demokrasi di Indonesia. "Aksi walkout Demokrat adalah bukti kuat SBY antidemokrasi," ujarnya saat berorasi.
Para demonstran mengkritisi pernyataan SBY sebelumnya yang kecewa lantaran DPR memilih opsi pilkada lewat DPRD. "Rakyat sudah muak, karena SBY berbicara tanpa tindakan konkret," tuturnya. Dalam aksi yang berjalan selama hampir sejam jam itu, mereka mengusung sebuah replika trofi berwarna emas bertuliskan "Bapak Anti-Demokrasi" dan keranda berwarna putih dengan tulisan "Demokrasi Korban Pembunuhan SBY". Keduanya mereka bawa sebagai hadiah untuk SBY.
Sekitar pukul 12.00 WIB, massa bergerak meninggalkan Istana menuju kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sana, mereka akan menyampaikan penolakan jika SBY mengajukan diri jadi Sekretaris Jenderal PBB. "Dunia akan bertambah kacau jika seorang antidemokrasi menjadi Sekjen PBB," kata orator demonstrasi.
Aksi yang hanya dihadiri 50 orang ini tak sampai membuat kemacetan. Tidak ada pengamanan khusus yang dilakukan di depan Istana. Sejumlah polisi tampak mengawal aksi ini dari pinggir jalan. Sementara itu, sekitar pukul 13.00 WIB, kelompok demonstran lain juga akan mendatangi Istana untuk berunjuk rasa terkait dengan UU Pilkada.
PRAGA UTAMA
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD
Berita terpopuler lainnya:
Koalisi Prabowo Usulkan Pilpres oleh MPR Lagi
Telepon Hamdan Zoelva, Ini Isi Curhatan SBY
Penjual Kue Putu di Malang Tantang Amien Rais