TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah resmi menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (Perpu Pilkada) pada Kamis, 2 Oktober 2014.
Menurut dia, SBY menghendaki pelaksanaan pilkada kelak lebih baik daripada sebelumnya."Karenanya, substansi Perpu 1/2014 adalah jawaban atas kritik, masukan, dan hasil evaluasi yang selama ini banyak disuarakan berbagai pihak," ujar Denny melalui siaran pers, Jumat, 3 Oktober 2014. (Baca: Perpu Pilkada, SBY Dianggap Bukan Pahlawan )
SBY, Denny melanjutkan, sejak awal ingin pilkada dilaksanakan secara langsung oleh rakyat dengan sejumlah perbaikan. Agar regulasi perpu itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah , Denny mengatakan, SBY menerbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Perpu Pemda).
Berikut ini substansi Perpu Pilkada:
1. Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2);
2. Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak langsung, oleh DPRD (Pasal 205);
3. Adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan kemampuannya rendah. (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat 2, Pasal 5 ayat 3b, dan Pasal 7d);
4. Penghematan atau pemotongan anggaran pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65 ayat 1c, d, e, dan f serta ayat 2, dan Pasal 200);
5. Pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal (Pasal 69);
6. Pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal 76);
7. Larangan politik uang dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak penyalahgunaan wewenang (Pasal 47);
8. Larangan kampanye hitam yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68c);
9. Larangan pelibatan aparat birokrasi yang meyebabkan pilkada tidak netral (Pasal 70);
10. Larangan mencopot jabatan aparat birokrasi pasca-pilkada karena dianggap tidak mendukung calon (Pasal 71);
11. Pengaturan yang jelas, akuntabel, dan tranparan perihal penyelesaian sengketa hasil pilkada (Bab XX Pasal 136-159);
12. Pengaturan tanggung jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh pendukung (Pasal 69g, Pasal 195);
13. Pilkada serentak (Pasal 3 ayat 1);
14. Pengaturan ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol yang akan mendaftarkan calon di KPU (Pasal 40, Pasal 41);
15. Penyelesaian sengketa hanya lewat dua tingkat, yaitu pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 157);
16. Larangan pemanfaatan program/kegiatan di daerah untuk kegiatan kampanye petahana (Pasal 71 ayat 3);
17. Gugatan perselisihan hasil pilkada ke Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung hanya dapat diajukan apabila mempengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikan (Pasal 156 ayat 2).
Sedangkan Perpu Pemda berisi dua hal penting. Pertama, menghapus tugas dan wewenang DPRD Provinsi untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (Pasal 1 angka 1). (Baca: Teken Perpu, SBY Curhat di YouTube )
Kedua, menghapus tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (Pasal 1 angka 2).
Kedua perpu ini akan diajukan ke DPR untuk dibahas dan mendapatkan pengesahan hukum. (Baca: SBY Pede Perpu Pilkada Disetujui DPR )
LINDA TRIANITA
Berita Terpopuler
Diboikot DPR, 4 Kekuatan Besar Dukung Jokowi
Pemilihan Pimpinan DPR Tergesa-gesa, Fahri Hamzah: Demi Jokowi
Pimpinan DPR Dikuasai Pro-Prabowo, Puan: Zalim