TEMPO.CO, Bandung - Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) M. Nawir Messi mengatakan lembaganya menyiapkan instrumen competitive check list untuk mendeteksi dini kebijakan pemerintah yang berpotensi menciptakan praktek kartel serta persaingan usaha tidak sehat.
"Bagaimana mungkin bisnis bisa berperilaku baik kalau kebijakannya mendorong terjadinya kartel, praktek monopoli, competitive check list, ini salah satu instrumen untuk mengantisipasi," kata dia di Bandung, Jawa Barat, Senin, 13 Oktober 2014. (Baca: KPPU Naikkan Denda Praktik Kartel Rp500 Miliar)
Messi mengatakan kelahiran instrumen dilatarbelakangi beberapa kasus yang ditangani lembaganya yang menyimpulkan justru pemerintah yang memfasilitasi praktek kartel, seperti dalam kasus impor bawang putih dan daging sapi. Idealnya, politik kebijakan ekonomi seharusnya mendorong bisnis berkembang baik.
Instrumen itu, ujar Messi, untuk menguji kebijakan sejak proses pembahasannya di unit-unit kerja pemerintahan untuk mendeteksi dampaknya pada bisnis dan persaingan usaha. "Instrumen ini untuk mengecek secara dini kebijakan yang telah ada dan potensi kebijakan-kebijakan yang akan lahir, punya dampak negatif pada iklim persaingan, maka kita punya informasi secara dini untuk dikomunikasikan dengan pemerintah," ujarnya. (Baca: KPPU Nilai Iklim Perekonomian Memburuk)
Inti dari sistem itu, ujarnya, adalah daftar isian pertanyaan yang wajib diisi oleh pengambil kebijakan mulai dari level teknis hingga pejabat pemerintah saat proses penyusunan kebijakan berlangsung, apakah ini akan mengurangi supplier, meningkatkan biaya, mengurangi akses, dan seterusnya serta dampaknya pada pasar. "Kalau jawabannya ya, secara otomatis KPPU akan dikirimi informasi oleh sistem yang akan kita bangun bahwa di unit kerja itu sedang disusun kebijakan yang cenderung merusak iklim persaingan."
AHMAD FIKRI
Baca juga:
Teka-teki Kehadiran Prabowo di Pelantikan Jokowi
Upacara Pelepasan, SBY Rela Pakai Mobil Pribadi
Mark Zuckerberg Pamer Foto Blusukan di Akun FB
Refly Minta Uji Materi Perpu Pilkada Tunggu DPR