TEMPO.CO, Jakarta - Dengan kemeja hitam, celana jins, dan celemek yang masih terpasang di tubuhnya, Matt Basile mengatur belasan koki di dapur utama restoran Bacco, Lotte Shopping Avenue, Jalan Profesor Doktor Satrio, Jakarta Selatan. Pada Senin malam pekan lalu, "raja" kuliner jalanan di Toronto, Kanada, itu lalu memasak menu andalannya, khas keluarga Amerika Utara, untuk para tamu khusus Bacco. "Bagi saya, makanan lebih dari sekadar kenikmatan. Makanan adalah sebuah tantangan untuk menciptakan sebuah konsep memasak makanan baru," ujar Matt.
Matt menyuguhkan menu pembuka Salad Octopus with Fennel and Blood Orange. Kuah siraman untuk menu ini rasanya sangat asam. Kuah ini memiliki tekstur cair berwarna putih. Ada gurita kecil yang disajikan di tengah salad sebagai sajian utama. Gurita ini dimasak dengan ulasan bumbu manis, kemudian dibakar, sehingga ketika dikunyah, rasanya manis seperti sate ayam dengan tekstur daging yang setengah kering dan kenyal. Di atas gurita ditaburkan daun peterseli dan biji wijen.
Sayur yang melengkapi salad ini terdiri dari bawang bombai, irisan wortel tipis-tipis, biji bunga matahari. Ada pula tambahan blood orange, yang mirip jeruk Bali tapi memiliki daging yang lebih merah, lembut dan rasa yang agak sedikit asam. "Untuk saus saladnya kami tidak menggunakan mayonnaise, melainkan yoghurt," kata Matt. (baca juga: 4 Makanan Pedas Bagi Kesehatan)
Untuk minuman pendampingnya, wiski dari The Balvenie yang berusia 21 tahun dengan aroma kayu yang cukup kuat disajikan di atas meja. Pertama kali dicecap lidah, wiski ini langsung meninggalkan rasa pedas dan manis. Alkoholnya langsung naik sampai ke hidung dalam beberapa detik, kemudian turun lagi ke tenggorokan meski diicip hanya seujung lidah. Wiski ini tidak disajikan dengan es batu dan ditempatkan di sebuah sloki kecil setinggi lima sentimeter agar orang dapat merasakan efek wiski yang menghangatkan.
Setelah appetizer selesai disajikan, Matt menyediakan satu menu utama dan tiga menu pilihan. Dari tiga menu pilihan, Matt menyediakan satu menu khusus bagi para vegetarian. Menu umum pertama adalah Lamb Zoupa and Bread, sup daging domba yang disajikan bersama roti. Matt mengaku memiliki kenangan tersendiri dengan sup domba ini. "Sup ini adalah sup yang disantap keluarga besar kami ketika berkumpul," ujar Matt.
Dalam sup ini, daging domba dihancurkan bersama kentang dan keju. Ada pula kentang yang dipotong dadu dan direbus bersama sayuran khas Italia dan dijadikan kuah penyerta daging domba. Karena dihancurkan bersama kentang, tekstur daging tidak lagi terasa, begitu pula aroma khasnya. Mengunyah daging domba dalam sup ini seperti mengunyah mashed potato yang diberi kuah kaldu. Rasanya tidak gurih juga tidak terlalu asin, tapi aroma kentangnya sangat terasa.
Sebagai menu manis penutup, Matt mempersembahkan Elvis in The Jar. Menu ini adalah rum French Toast yang disiram sirup maple, kemudian diberi krim kacang, mentega dan pisang. Tekstur French Toast ini menjadi sangat lembut, seperti mousse. Ketika disuapkan ke dalam mulut, dia langsung mencair dan seperti terburu-buru lari ke tenggorokan. Satu toples rasanya kurang. (baca juga: Terinspirasi Sinabung, Koki Ini Bikin Lava Cake)
CHETA NILAWATY
Terpopuler:
Target Pengunjung Festival Keuken 18 Ribu
Tips Berwisata Kemilau Bumi
Sate Blekok Khas Gresik
Jepang Bebaskan Visa untuk Wisatawan Indonesia