TEMPO.CO, Jakarta - Ahli keamanan penerbangan, Desmond Ross, mengatakan ada kemungkinan pesawat AirAsia QZ8501 jatuh karena faktor cuaca. "Tapi bukan berarti badai menjadi penyebab utama pesawat itu mengalami kecelakaan," kata dia. Ada kemungkinan kejadian lain selain faktor cuaca tersebut. (Baca: Kapal Malaysia Temukan Tangga Darurat Air Asia)
"Mungkin terjadi kegagalan mekanis atau ledakan," kata Ross seperti dikutip dari The Sydney Morning Herald pada Kamis, 1 Januari 2015. "Bisa saja terjadi beberapa kegagalan." (Baca: Evakuasi Air Asia Dihadang Hujan Badai)
Ross mengatakan kotak hitam yang ada dalam pesawat akan membantu mengungkap apa yang terjadi selama penerbangan. Alat tersebut mampu merekam percakapan di kokpit dan data penerbangan pesawat. (Baca: Ciri-ciri Jenazah Perempuan Korban Air Asia QZ8501)
Ross berujar badai atau cuaca adalah fenomena alam yang harus selalu dihadapi pilot saat menerbangkan pesawat. "Badai dan cuaca yang mereka alami saat ini adalah fakta kehidupan, dan itu sedang terjadi selama beberapa bulan," ujarnya. (Baca: 4 Korban Air Asia QZ8501 Diterbangkan ke Surabaya)
Namun, memang belum dapat diketahui pasti apakah pesawat AirAsia QZ8501 hancur di udara atau menghantam permukaan air di Selat Karimata. Jika pesawat hancur di udara, tekanan di kabin akan tinggi dan penumpang kekurangan oksigen. "Penumpang sudah tidak sadar ketika menyentuh air," ujarnya. (Baca: Data Armada dan Pasukan Pencari Air Asia QZ8501)
Pemimpin Investigasi Kecelakaan dan Forensik dari Central Universitas Queensland, Geoff Dell, mengatakan pesawat komersial tidak dibangun untuk terbang melalui badai. "Orang-orang tidak menyadari betapa hebatnya partikel badai," kata dia. (Baca: Identifikasi Korban Air Asia QZ8501 Makin Sulit)
Dia mengatakan badai sangat mungkin "menghancurkan pesawat" dengan merusak bagian seperti sayap atau ekor. Hal itu bisa membuat pesawat menjadi tak terkendali. "Jika Anda berada dalam turbulensi yang parah kemudian terpental, pesawat hampir tidak terkendali," ujarnya. Dia pun akan sangat terkejut jika para penumpang masih sadar saat pesawat menyentuh air. (Baca: Fakta tentang 15 Korban Air Asia QZ8501)
Para ahli sepakat saat terjadi situasi darurat, kopilot sudah fokus pada menit-menit terakhir sebelum pesawat menyentuh air. Karenanya, mereka tidak mungkin sempat membuat panggilan mayday (panggilan SOS dalam komunikasi radio). Bisa jadi mereka salah menilai tingkat keparahan badai. (Baca: Kapal Hi-Tech BPPT Bantu Cari Air Asia)
Ahli penerbangan, Neil Hansford, mengatakan wilayah Laut Jawa yang menjadi lokasi hilangnya pesawat dikenal sebagai 'pabrik badai'. "Setelah pesawat mulai jatuh, tekanan udara akan mulai hilang dan mereka akan tidur dengan sangat cepat. Jadi saya tidak berpikir mereka dalam kondisi sadar yang cukup lama," ujarnya. (Baca juga: QZ8501 Diduga Malah Melambat Saat Ubah Ketinggian)
THE SYDNEY MORNING HERALD | NINIS CHAIRUNNISA
Topik terhangat:
AirAsia | Banjir | Natal dan Tahun Baru | ISIS | Susi Pudjiastuti
Berita terpopuler lainnya:
Ini Dia Harga Baru Premium dan Solar
Duka Air Asia, Ngunduh Mantu Raffi Ahmad Dikecam
Indigo Ingatkan Ahok Soal Tahun Baru dan Gempa Jakarta