TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muda Pidana Umum Basyuni Masyarif mengatakan bahwa keenam terpidana mati akan dieksekusi bersamaan. "Karena faktor satu anggaran. Anggarannya kan sudah cair," ujar Basyuni saat ditemui Tempo di Kejaksaan Agung, Senin, 5 Januari 2015.
Sebelumnya, Kejagung menunda pelaksanaan hukuman mati terhadap keenam terpidana mati yang terdiri atas empat terpidana narkotika dan dua terpidana pembunuhan berencana. Alasan penundaan, dua terpidana narkotika, yakni Agus Hadi dan Pujo Lestari, mengajukan peninjauan kembali terlepas grasi mereka telah ditolak oleh Presiden Joko Widodo. (Baca: MA Beri Lampu Hijau Eksekusi Lima Terpidana Mati)
Agus Hadi dan Pujo Lestari akan menjalani sidang peninjauan kembali pada Selasa, 6 Januari 2015. Keempat terpidana lainnya, yaitu Gunawan Santoso, Tan Joni, Namaona Denis, serta Marco Archer Cardoso belum mengajukan peninjauan kembali. Dua nama terakhir adalah warga negara asing asal Nigeria serta Brazil.
Basyuni melanjutkan, pelaksanaan eksekusi secara bersamaan juga berarti pelaksanaan di satu tempat. Lokasi eksekusi yang disepakati adalah Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Berdasarkan info yang didapat Tempo, Direktur Jenderal Lembaga Permasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Handoyo Sudrajat sudah menerima tembusan permintaan penggunaan Lapas Nusakambangan untuk eksekusi.
Basyuni mengatakan jadwal eksekusi mati akan dilakukan tergantung pada putusan sidang PK Agus Hadi dan Pujo Lestari. Menurut dia, sulit PK Agus dan Pujo diterima mengingat keduanya sudah pernah mengajukan grasi dan ditolak pula. (Baca:Jokowi Teken Penolakan Grasi Hukuman Mati )
"Grasi itu pengakuan bersalah jadi secara hukum mereka ini sudah bersalah. Nah, patut dipertanyakan ini, novum mereka apa? Kalau enggak ada novum, pengadilan harus menolak," ujar Basyuni. Begitu PK ditolak, kata Basyuni, keenam terpidana akan langsung dieksekusi.
"Secara teknis, persiapan sudah siap. Lokasi sudah ada, jaksa eksekutor di daerah sudah diberi tahu, anggaran juga sudah cair. Tinggal tunggu aspek yuridisnya saja," ujar Basyuni. Basyuni berharap eksekusi bisa dilakukan dalam waktu sepekan dari sekarang.
"Problem yang kami hadapi hanyalah ada yang mengajukan PK itu saja. Solusinya seharusnya ada pembatasan jumlah dan rentang waktu pengajuan PK," ujarnya menambahkan.
Ditanyai apakah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7 Tahun 2014 yang membatasi PK hanya sekali akan membantu pelaksanaan hukuman mati, Basyuni mengaku belum bisa berkomentar banyak.
Ia mengaku ingin meminta klarifikasi dahulu kepada Mahkamah Agung agar tidak salah mengartikan. "Yah kalau mendukung hukuman mati, kenapa tidak? Kalau sudah terbukti tidak bersalah ya tak bisa dibiarkan," ujarnya.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo hanya sedikit mengomentari soal tertundanya pelaksanaan eksekusi hukuman mati. Ia berkata, masih menunggu apsek yuridis dan teknis sepenuhnya usai. "Saya menargetkan akhir tahun lalu, tapi masih ada masalah hukum," ujarnya. (Baca:BNN: Saatnya Hukum Mati Terhukum Kasus Narkoba )
Prasetyo berharap keberadaan Surat Edaran Mahkamah Agung akan membantu pelaksanaan hukuman mati ke depannya. Ia menilai keberadaan SEMA tersebut sebagai langkah maju meski masih diragukan apakah berbenturan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No 34/PUU-XI/2013 tertanggal 6 Maret 2014. "Kami akan tanya dengan pihak MA soal itu (SEMA)."
Pengamat hukum dari Universitas Indonesia Gandjar Laksamana mengatakan Kejagung perlu bersikap bijak dalam melakukan eksekusi hukuman mati. "Kalau bukti-buktinya sudah kuat, misalkan terpidana narkotika tertangkap dengan bukti punya pabrik narkotika, ngapain nunggu novum baru," ujarnya. (Baca:Kontras Ancam Laporkan Jokowi ke PBB )
ISTMAN MP
Baca juga:
PHRI Sabang:Polisi Syariat Ganggu Kenyamanan Turis
Tragedi Air Asia, 41 Korban Jemaat dari Satu Gereja
Kayle Jadi Korban Air Asia QZ8501, Siapa Dia?
Air Asia QZ8501 Tak Diizinkan Terbang Ahad Lalu