Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Makassar - Aktivis lingkungan di Kota Makassar menolak kegiatan reklamasi di sepanjang garis pantai Makassar. Karena telah merusak ekosistem mangrove, merusak terumbu karang, dan mematikan banyak organisme yang biasa hidup di pesisir pantai. “Reklamasi itu harusnya memperbaiki lingkungan pesisir, bukan merusak,” kata Ketua Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan Aswar Exwar, Selasa 5 Mei 2015.
Aswar mengatakan reklamasi di sepanjang pantai Makassar bertujuan untuk kepentingan bisnis global. Lahan seluas 4 ribu hektare itu ditimbun dengan 126 juta meter kubik timbunan di sepanjang 35 kilometer garis pantai dan melibatkan 14 investor.
Menurut dia, dampak dari reklamasi besar-besaran ini akan mengubah pola arus laut, sehingga akan merubah kondisi ligkungan di sekitar daerah reklamasi. “Tidak hanya wilayah Makassar, tapi juga kabupaten lain, seperti Maros dan Takalar, juga akan terkena dampaknya,” kata Aswar.
Menurut dia, pemerintah kota tidak harus mencontoh Singapura dan Hong Kong. Dua daerah ini melakukan reklamasi karena memang wilayahnya sempit. “Kalau Makassar masih banyak daerah penyangga yang bias dijadikan kawasan bisnis, misalnya ke Maros atau Gowa,” kata Aswar.
Menurut Aswar, tidak hanya di Makassar, aktivis lingkungan di sejumlah daerah juga memprotes kegiatan reklamasi di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti Tanjung Priok, Jakarta dan Benoa, Bali. “Karena memang Indonesia adalah negara dengan daratan yang luas. Penduduknya juga tidak terlalu padat,” katanya.
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto mengatakan reklamasi merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kurangnya lahan di Makassar dan meminimalkan terjadinya abrasi pantai. Reklamasi juga sekaligus mereduksi kerusakan ekosistem secara terencana. “Penanganan pantai dan pesisir harus berwawasan lingkungan, karena berimplikasi pada perubahan sosial,” kata Ramdhan.
Menurut Ramadhan, semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang terkait dalam kegiatan reklamasi di pantai Makassar sudah dilatih oleh Yayasan Temasek Singapura agar bisa memahami secara teknis dan perencanaan pembangunan yang berbasis kelautan. ”Jadi kita tidak asal-asalan dalam melakukan reklamasi,” katanya.
MUHAMMAD YUNUS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini