Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pasangan suami-istri NL dan MM adalah tersangka otak dan eksekutor bos pelayaran Sugiyanto, 51 tahun, pemilik perusahaan PT Dwi Putra Tirta Jaya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. NL adalah karyawan bagian administrasi keuangan di perusahaan itu. Ia sakit hati dengan Sugiyanto dan meminta tolong kepada suami sirinya, MM, untuk menghabisi si bos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggal 4 Agustus 2020, dia menyampaikan kembali diancam Sugiyanto. “Ia meminta MM segera mengeksekusi," ujar Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, 24 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NL dan suami kemudian memanggil teman-teman lama mereka yang sudah lama terpencar untuk melakukan eksekusi pembunuhan. Para pelaku berjumlah delapan orang, yakni SY, S, MR, AJ, DW, R, RS, dan DM. Mereka dari Bangka Belitung, Lampung, hingga Surabaya.
Mereka mau membantu NL dan MM, karena rasa persaudaraan pernah berguru pada orangtua NL sewaktu di Lampung. Mereka menganggap NL dalam bahaya karena akan dilaporkan ke polisi, padahal dia telah menjadi korban perundungan dan bahan hardikan bosnya.
"Mereka menyanggupi dengan alasan demi perjuangan," kata Nana. NL juga menawarkan uang Rp 200 juta sebagai imbalan menghabisi Sugiyanto. Komplotan ini melakukan pertemuan perdana pada 4 Agustus 2020 di Tangerang.
Setelah itu, mereka kembali melakukan pertemuan dan berpindah lokasi pertemuan ke Hotel Ciputra, Cibubur, Jakarta Timur. Pada pertemuan terakhir, 12 Agustus 2020, mereka memutuskan DM yang akan menjadi eksekutor dan SY menjadi joki.
Mereka berdua kemudian berangkat mengendarai sepeda motor ke Ruko Royal Gading Square, Kelapa Gading, Jakarta Utara untuk membunuh Sugiyanto pada 13 Agustus 2020. Setelah menunggu korban sejak pagi, pukul 13.00, DM menembak Sugiyanto di depan kantornya sebanyak lima kali dari belakang.
Sugiyanto tewas dengan tiga luka tembak. Satu peluru mengenai punggung dan dua mengenai kepala yang menyebabkan bos pelayaran itu tewas di tempat. Dua tersangka pelaku, termasuk delapan tersangka lainnya, segera kabur ke luar kota seusai kejadian.
Setelah sempat buron 8 hari, pada 21 Agustus 2020 para tersangka ditangkap di lokasi yang berbeda-beda, antara lain Lampung dan Surabaya. Dalam pengembangannya, polisi juga menangkap dua orang yang menjual senjata api ilegal kepada tersangka. Sehingga total tersangka dalam kasus itu berjumlah 12 orang.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 340 KUHP dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan berencana, lalu Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api. Mereka terancam pidana hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.