Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Bioremediasi Pulihkan Sawah 'Sakit' di Rancaekek  

Paguyuban warga menerapkan teknik bioremediasi di sawah yang rusak parah.

5 Mei 2015 | 17.48 WIB

Seorang petani menunjukkan saluran irigasi yang tercemar limbah industri tekstil dari Sungai Cikijing, Rancaekek, Bandung, 22 Februari 2015. Pembuangan limbah industri di Rancaekek dan Cimanggung, Sumedang, telah mencemari aliran Sungai termasuk sumur war
Perbesar
Seorang petani menunjukkan saluran irigasi yang tercemar limbah industri tekstil dari Sungai Cikijing, Rancaekek, Bandung, 22 Februari 2015. Pembuangan limbah industri di Rancaekek dan Cimanggung, Sumedang, telah mencemari aliran Sungai termasuk sumur war

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Bandung - Sejumlah sawah di kawasan Rancaekek, Kabupaten Bandung, rusak parah. Limbah dari perusahaan tekstil membuat sawah sulit ditanami padi.

Namun hal ini tak membuat warga di wilayah tersebut patah semangat. Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling) memperbaiki sawah yang rusak dengan menerapkan metode bioremediasi.

Menurut Adi Mulyadi, Ketua Pawapeling, pihaknya telah memulihkan sawah yang rusak. Hasilnya, padi yang ditanam di sejumlah sawah siap dipanen. Pada Selasa, 5 Mei 2015, Pawapeling melakukan panen perdana. 

Contoh padi hasil panen tersebut akan diperiksa di laboratorium sebelum dikonsumsi warga. "Padi ini belum bisa kami makan. Nanti akan dicek dulu kandungan apa saja yang ada di dalam bulir padi tersebut. Hasilnya saya yakin baik," kata Adi.

Sawah yang tercemar sudah lama rusak parah. Pencemaran terjadi akibat limbah yang di buang beberapa pabrik tekstil di sekitarnya, tanpa diolah terlebih dahulu.

Untuk memulihkan sawah yang rusak, Adi mengaku pihaknya menggunakan pupuk organik yang berasal dari cairan hasil fermentasi serangga dan tanaman di sekitar permukiman warga. Salah satu serangga yang dipergunakan untuk pupuk organik tersebut adalah kecoa.

"Ini membuatnya mudah. Menggunakan bakteri beberapa serangga dan tumbuhan sekitar," ucapnya. Setelah difermentasi selama dua bulan, cairan pupuk organik siap digunakan.

"Untuk sekarang, pemakaian masih 20 liter. Jika tanah sudah stabil, kemungkinan hingga panen hanya membutuhkan 1 liter pupuk untuk 100 tombak," tutur Wahid, anggota Pawapeling yang bertugas membimbing petani bioremediasi. Satu tombak tanah seukuran 14 meter persegi. 

Padi hasil bioremediasi tersebut sudah banyak diminati para petani sekitar untuk diproduksi lebih banyak di sawah milik mereka. "Karena ini masih percobaan, hanya 100 tombak lahan sawah milik warga yang dipakai. Selanjutnya akan di sosialisasikan ke penduduk agar menggunakan pupuk seperti kami. Hasilnya lebih baik daripada sebelumnya," kata Adi.

DWI RENJANI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dewi Rina Cahyani

Dewi Rina Cahyani

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus